Memasuki bulan kedua mereka menempuh semester tiga ini, rasanya jam kosong terasa semakin sering terjadi. Alasan utamanya karena segenap guru yang mengajar itu lebih fokus dengan kegiatan belajar-mengajar bersama kakak kelas 12 yang juga mau menyiapkan pemantapan, dan berbagai ujian-ujian lainnya.
Kalau hal ini terus berlanjut, kapasitas otak Manda bisa menjadi taruhannya. Lama-lama menciut, kemudian hilang digantikan dengan kebodohan.
"Eh, guys. Nonton basket, yuk?" ajak Sofia mendadak di keramaian kelas.
"Tumben. Mau nonton siapa?" tanya Manda.
Jiya menyipitkan mata, memasang tatapan menggoda. "Aaaa, gue tau, nih. Pasti mau nonton Sag—"
Panik, Sofia sontak membekap mulut ember bocor milik gadis itu. "Bego lo, sumpah! Jangan sebut namanya juga, dong!"
"Hehe, peace!" Hampir saja Jiya keceplosan.
"Yuk, nonton yuk? Pleaseee," rengek Sofia dengan tampang memelas.
"Kapan, sih?" Manda bertanya kembali.
"Malam nanti."
Manda mengangguk setuju, lagian ntar malam di rumah juga ia pasti gabut. "Oke, kumpul dimana?"
"Rumah gue aja, gimana? Nanti berangkat ke sananya naik gocar aja. Kan bahaya cewek keluar malam-malam," kata Jiya. Tumben bener.
"Kok lo takut? Lo kan jago silat, Ji," celetuk Sofia.
"Bukan takut. Gue gak mau kulit gue lecet,"
"Dih sok iye."
Manda terkikih mendengar percakapan yang seperti biasa dilontarkan kedua insan ini.
Hm, pertandingan basket, ya. Dia sudah sering sih menontonnya, sih. Cuma baru kali ini dia nontonnya rame-rame bukan sendiri.
Pertandingan basket siapa yang Manda sering tonton?
Tentu saja, Jay.
< f a v o r i t e b o y >
Sudah ditentukan, mereka akan berkumpul di rumah Jiya malam ini. Manda pun berangkat diantar oleh ayahnya, bersama Sofia juga. Karena sebelumnya Sofia sudah minta bantuan padanya agar ia diizinkan keluar malam oleh orangtuanya, yang lebih tepatnya sang Ibunda. Dia harus berangkat dengan teman dan Ibunya harus melihat wajah temannya itu.
Sesampainya di rumah Jiya sekitar pukul setengah 7, mereka segera memesan kendaraan pada aplikasi ojek online.
Di sepanjang perjalanan bahkan ketika sampai di tempat, Manda perhatikan Jiya lebih pendiam dari biasanya. Padahal ada Jake juga main di pertandingan ini.
Merasa sehati, Sofia kemudain menyenggol pelan bahu gadis yang bersangkutan. "Eh, diem-diem aja lo daritadi. Mas Tetangga main, tuh."
Raut wajahnya masih terlihat cemberut. "Gak peduli," ketusnya.
Spontan, Sofia dan Manda saling melempar pandang. Seperti sedang melakukan telepati, mereka sudah paham pasti ada yang tidak beres dengan Jiya hari ini.
"Lo sendiri gimana, Sof? Kok gak masuk tim Cheerleader?" tanya Jiya, mengalihkan topik.
Manda mengerjapkan mata beberapa kali. "Eh, iya. Gue baru sadar lo anak Cheerleader, Sof," katanya.
"Gue ... gak kepilih." Sofia terlihat sangat muram ketika menjawabnya.
"HAH." Jiy tersentak. "Gimana ceritanya?! Lo kan waktu itu udah sempat-sempatin buat latihan, Sof!"
"Iya tapi setelah itu gue sibuk sama kegiatan OSIS, jadi latihannya kurang maksimal, Ji. Nggak apa-apa, sih, ini memang salah gue."
Mulut bisa bohong, tapi mata gak akan mungkin. Kelihatan jelas kalau Sofia sangat ingin berada di lapangan menjadi pemandu sorak Sagara dari jarak yang dekat.
Ini pertama kalinya Manda melihat sosok baru yang lemah lembut dan begitu rapuh dari seorang Sofia Rosalina Mahalia.
"Gue mau ke toilet, nih. Anterin dong, please?" pinta Jiya kepada salah satu diantara mereka.
"Sama Sofia aja, Ji. Gue jagain tempat," kata Manda.
"Lo mager kan, Man? Ngaku," tuding Sofia yang dibalas cengiran oleh Manda.
Ia cekikikan karena tebakan Sofia benar. "Nah itu lo paham."
"Ya udah, gue sama Sofia ke kamar mandi dulu ya, Man."
"Iya."
Belum lama setelah perginya Jiya dan Sofia ke toilet, saat ia terdiam sambil mengamati sekelilingnya dari bangku penoton sekalian menjaga tempat. Ada sesosok pemuda berambut undercut tengah memanggil namanya dari kejauhan sambil melambaikan tangan.
Siapa lagi kalau bukan Jay.
Pemuda itu berkali-kali berteriak memanggilnya, tersenyum, dan melambai layaknya orang gila dipinggir sawah.
Ini demi apapun memalukan, dilihat oleh banyak orang di sekitarnya membuat Manda merasa kehilangan muka karena ulah Jay. Ia tak tahu harus merespons anak itu seperti apa lagi.
Alhasil ia hanya tersenyum kecil seraya memberi tanda pada Jay agar segera berhenti melakukan aksinya.
"JAY GOBLOK GUE MALU BANGET ANJIR."
[ ].
KAMU SEDANG MEMBACA
Favorite Boy
FanfictionJay adalah orang yang pantang menyerah, apalagi menyangkut soal perasaan. Baginya menaklukan hati Manda adalah sebuah keharusan. Namun, mampukah ia? ______ +au +local name +harsh words [ park jongseong x kim jimin // #MOONBUNSU ] ## credit: -typefo...