6 - Rolling Class

262 60 34
                                    

Kelas 10 berlalu begitu cepat, kalau dilebih-lebihkan mungkin hanya dengan satu tarikan napas saja ia bisa tiba-tiba naik menjadi anak kelas sebelas sekarang.

Setiap kenaikan kelas, sekolahnya akan selalu mengadakan rolling class berdasarkan nilai rapot muridnya. Jika nilainya besar maka akan pindah ke kelas dengan angka lebih kecil dari sebelumnya.

Contoh saja Manda, karena nilai rapotnya yang lumayan bagus maka ia sekarang pindah menjadi anak IPA 3.

Bukannya senang, ia justru merasa malas karena lagi-lagi ia harus mencari teman baru. Tapi, setelah diingat-ingat lagi, dia pernah berjanji pada dirinya sendiri sesaat sebelum naik ke kelas 11, kalau ia katanya akan berubah.

Sudah cukup baginya merasakan penyesalan tahun lalu. Kini ia ingin lebih bersenang-senang dan menikmati masa putih abu-abu nya.

"Eum, halo." Manda menyapa dua anak yang ada di depan meja nya.

"Eh, hai! Lo dari IPA mana?"

Mendengar respons yang positif, Manda mulai menampilkan segaris senyumnya. "Dari IPA 5, kalian?"

"Kita berdua sama-sama dari IPA 4. Salam kenal, ya."

Perempuan itu mulai mengulurkan tangan. "Kenalin, gue Jiya."

"Gue Sofia," timpal orang di sebelahnya.

"Gue Amanda, biasa dipanggil Manda."

Mereka pun saling berjabat tangan secara bergantian.

"Eh, gue inget, lo yang waktu itu nangis pas lomba story telling di festival itu, kan?" Jiya bertanya dengan muka penuh rasa penasaran.

Yang ditanya langsung tersenyum kikuk. Tak tahu harus berekspresi seperti apa mengenai kejadian memalukannya itu.

"Heh, kok lo malah bahas yang itu sih, Ji," sergah Sofia, menyikut pelan lengan Jiya.

"Eh..." Jiya langsung tersadar kemudian segera menutup mulutnya. "Maaf, gue gak bermaksud... Tapi gue suka lho sama pronouncation lo di sana."

Manda hanya membalas anggukan pelan, Dia paham betul kalau Jiya memang murni ingin bertanya, toh itu juga bukan salah Jiya. "Ah, iya. Makasih..."

Festival bulan kemarin memang terdengar sangat kacau bagi Manda. Karena kebiasaan demam panggung nya yang tak bisa hilang membuat skrip yang telah ia hapal mati-matian itu harus sirna tanpa sisa dalam kepalanya.

Dia sungguh menyesal karena tidak mampu melakukan yang terbaik untuk kelasnya. Sebab, seluruh teman satu kelasnya saat itu terlihat sangat perhatian dan berusaha menenangkan tangisnya yang tak kunjung berhenti.

Sejak saat itulah, dia sudah memutuskan untuk merubah sikapnya lagi agar lebih terbuka dengan yang lain.

Walau jujur dia masih agak sedikit takut akan kejadiannya waktu SMP yang dia tidak bisa berteman dengan siapa-siapa sebab katanya ia terlalu lembek, cengeng, dan serius itu terulang kembali.

"Eh iya, karena mulai sekarang kita udah kenalan dan temenan, jangan sungkan-sungkan ya, Manda," ujar Jiya memasang wajah cerah nan ceria.

"Sungkan?"

"Iya, kalau mau tanya atau cerita atau apapun, ke kita aja boleh, kok." Jiya tersenyum, sementara Sofia menyipitkan matanya tak kuasa melihat aksi teman duduknya itu.

"Jangan mau dekat-dekat sama Jiya, Man," kata Sofia. "Dia tukang nyosor."

Jiya melotot berapi-api. "Anda bisa diam tidak?!"

"Eum..." Pada akhirnya Manda hanya bisa terkikih pelan. Mereka berdua ini kayaknya akrab banget, ya. Seru banget.

"Sumpah lo kalo cerita jangan pernah ke Sofia, Man. Nanti bakal kena ceramahan mulu lo, serius dah. Yang ada beban masalah lo makin nambah," cibirnya tak mau kalah.

"Ya lo pikir aja cerita lo kayak gimana sampai gue akhirnya ceramah mulu nanggepinnya," balas Sofia berusaha meluruskan.

Manda jadi ikut penasaran. "Kayak gimana emang?"

"Dia itu ceritanya ngebucinin tetangganya mulu. Masa waktu itu dia cerita katanya gak sengaja lihat tetangga nya lagi telanjang dada." Sofia menjeda karena Jiya memukul lengannya bertubi-tubi daritadi.

"Nah bukannya berhenti, eh dia malah keterusan katanya ngeliatin sampe akhirnya ketahuan. Kan? Gimana gue gak ceramah pas denger kayak gitu?" tambah Sofia.

Setelah pukulan terakhir melayang, Jiya langsung bersuara nyaring, "HEH JANGAN DICERITAIN KERAS-KERAS JUGA DONG, MALIH!"

Sontak, Manda makin terpingkal dibuatnya sebab melihat reaksi Jiya yang diluar kendali.

"Eh asal lo tahu aja, Man. Gini-gini Sofia juga suka ceritain kebucinannya sama anak jurusan IPS," Jiya menuding balik kawannya, masih tidak mau kalah.

"Hah? Iya? Siapa?" Manda malah makin penasaran.

"Gak sampai bucin juga kali."

"Gak usah ngeles lo," semprot Jiya. "Dia tuh kepincut sama anak basket yang jago ice skating itu."

Manda mengernyit. "Siapa?"

"Hah? Lo gak tahu, Man? Sumpah padahal dia terkenal satu angkatan."

Manda menggeleng.

Sofia akhirnya membisiki telinga Manda. Setelah mendengar jawabannya, Manda hanya membeo diiringi anggukan.

"Ini cuma rahasia kita bertiga aja loh, ya. Jangan sampai yang lain tahu."

Manda mengangguk mengerti.

Jiya terlihat tak peduli dan kembali melanjutkan ceritanya. "Lo tahu, gak. Sofia itu sampai daftar ekskul cheerleader itu cuma demi bisa ketemu sama tuh cowok doang. Lebih bucin siapa coba?"

"Wahhh." Manda menampilkan ekspresi kagumnya. Padahal itu tidak patut dikagumi sebegitunya. "Serius, sof?"

"Awalnya sih gitu, tapi ternyata cheerleader itu seru jadi gue lanjut aja."

"Bohong."

"Lo gak usah sok tau ye, curut."

Hadeh. Manda asyik ketawa-ketiwi aja melihat tingkah laku dua rekan sejawat ini yang daritadi kerjaannya ribut mulu.

Sepertinya, masa kelas dua nya akan jadi masa-masa yang tak terlupakan. Semoga saja.


[].

visualisasi nya Sofia (Park Soeun) dan Jiya (Shin Jiyoon) ada di mulmed yah mentemen <3!

cerita Sofia ada di Crush, sedangkan Jiya ada di Ours.

Favorite BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang