5.5 - Tekad

265 61 43
                                    

Hubungan friendzone Jay dengan Manda sudah mau berjalan dua tahun. Dan sampai sekarang Jay masih tidak mengerti apa yang ada di pikiran Manda.

Apa sih yang salah dari pacaran? Memang musuhan setelah putus itu adalah sebuah keharusan?

Lagipula tidak semua pacaran berujung putus, dan putus berujung menjadi sepasang musuh.

Manda seriusan tidak percaya apa ya, kalau sama persahabatan di antara dua insan beda jenis kelamin itu sesuatu yang mustahil jika salah satu di antara mereka tidak menyimpan rasa suka.

Definisi terakhir tadi sudah mendeskripsikan seorang Jayandaru secara keseluruhan.

"Woi, Lan," panggil Jay belum sempat menyelesaikan kalimatnya, sang pemilik nama sudah menginterupsi lebih dahulu.

"Sagara. Jangan panggil gue Dylan."

"Ye, ribet. Sama-sama nama lo juga."

"Itu nama bapak gue, kampret."

Jay kelepasan, ia terkekeh. "Keren lho nama bapak lo."

"Gue balik nih, ya?"

"Eits." Tangan nya menahan pergelangan tangan Sagara. "Gue cuma pengen tahu, lo lagi suka sama orang gak, Ga?"

"Cewek? Cowok?"

Jay melotot. "Maksud lo?! Lo biseksual?!"

"Apaan, tuh?"

Jay memejamkan mata, menghela napas panjang. "Kadang gue heran kenapa lo punya keyakinan untuk masuk IPS, Ga."

"Sama, gue juga heran."

Jay menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan isi otak Sagara. Memang dari awal seharusnya dia tidak menanyakan hal tersebut pada pemuda slengean ini.

Laki-laki bermuka dingin tadi kembali duduk di bangku kantin, saling berhadapan dengan Jay. "Gue lagi gak suka sama siapa-siapa. Kenapa emang?"

"Tapi pernah gak?"

Ada jeda sepersekian detik sebelum akhirnya Sagara menjawab, "Nggak."

"Anjing. Flat banget hidup lo, Ga," cerca Jay, menampilkan raut muka iba.

Sagara hanya membalasnya dengan sebuah senyuman penuh kehangatan, yang malah bikin Jay ingin menonjoknya. "Tenang, masih ada Red Velvet yang menemani kehidupan gue, Jay. Setidaknya gue gak se-desperate lo soal masalah cinta."

Kan, ia jadi makin ingin menonjok muka lawan bicaranya saja sekarang.

"Sialan. Gue malah di-roast balik."

"Kenapa, sih? Masih soal Manda? Belum bisa move on dari dia?"

Kedua alis Jay menukik, ia tidak ingat pernah pernah berkata seperti itu sebelumnya.

"Yang bilang gue mau move on dari Manda siapa? Gue masih belum menyerah, ya. Masa baru ditolak sepuluh kali udah nyerah," pamernya penuh rasa bangga.

"Sepuluh kali? Urat malu lo sekarang pasti udah hilang tanpa jejak, ya."

"Ya gimana, beginilah jatuh cinta. Lo bakal lupa sama yang namanya rasa malu."

"Oh," Sagara berdiri, menggandeng tas ranselnya. "jadi makin gak tertarik gue buat jatuh cinta."

"Hei, wahai saudagar! Asal lo tahu, perasaan itu gak bisa diatur sesuai kemauan lo. Memangnya lo robot?"

Sagara mengendikkan bahunya. Tak sedikitpun tersinggung. "Still. I don't wanna know what love is."

"Bruh." Jay membuang muka. "Gue jadi semakin penasaran kira-kira lo bakal berubah jadi jenis apa ya kalau lagi jatuh cinta."

Jay mencibir, Sagara tak bergeming. Hanya balasan singkat yang bisa ia keluarkan.

"Keep dreaming, Jay."

[].

Ayo mampir ke ceritanya Dyl—Sagara guys mwehehehehe 🤩❤️

Ayo mampir ke ceritanya Dyl—Sagara guys mwehehehehe 🤩❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Favorite BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang