Laisha nampak ragu melangkahkan kakinya keluar dari dalam mobil. Ia merasa tidak yakin apakah keputusannya untuk menerima ajakan Bian malam ini menghadiri undangan rekan bisnisnya adalah keputusan yang benar?
Tapi ia juga merasa kasihan kepada pria itu karena entah untuk ke berapa kalinya ia selalu beralasan untuk menolak setiap ajakannya.
"Sha."
Laisha pun mencoba meyakinkan diri, melangkah keluar dengan menerima uluran tangan Bian. Keduanya berjalan bergandengan layaknya pasangan.
'Sha. Lupakan. Malam ini bukanlah malam itu.'
Ia mencoba untuk terus mengingatkan dirinya sendiri. Tapi kenyataannya ia merasa dejavu. Bayangan ketika dirinya berjalan sama persis seperti saat dirinya berjalan dengan Bian sekarang.
Refleks, ia dengan cepat melepaskan tangannya dari Bian. "Aku ingin berjalan sendiri."
Bian pun mengiyakannya. Namun pria itu tetap berjalan di samping Laisha. Kedua matanya terus mengawasi langkah Laisa, mencoba memastikan jika gaun cantik itu tidak akan menimbulkan masalah bagi sang pemakainya. Walau sebenarnya Bian sendiri sangat ingin memfokuskan kedua netranya untuk mengabadikan kecantikan serta kesempurnaan wajah Laisha malam ini.
"Jangan berjalan di belakangku, Bian. Semua orang akan menganggap jika kamu adalah pengawalku."
"Dan kamu adalah ratu untukku."
Laisha hanya bisa menghela nafas, merasa sudah terbiasa dengan setiap perkataan gombal yang dilayangkan oleh Bian kepadanya. Jadi ia sama sekali tidak ambil pusing apalagi sampai salah tingkah.
"Sha. Ayo ikut aku dulu."
Bian mengajak Laisha untuk menemui beberapa teman bisnisnya dan juga sang pemilik acara. Namun, Laisha yang merasa jika hal itu tidak perlu pun akhirnya mencoba mencari alasan untuk menghindar. Sayangnya Laisha lupa jika Bian selalu memahami gelagatnya setiap kali ingin menghindari sesuatu."Aku tidak bisa," jawabnya kepada Bian.
"Sha. Aku hanya ingin mengenalkanmu karena malam ini membawamu bersamaku."
"Aku hanya—"
"Takut mereka berpikir bahwa kamu adalah kekasihku?"
Bian pun menarik Laisha dan membawanya tanpa mendengar penolakan wanita itu lagi.
"Hai, Bi!"
"Hello, Brother."
Bian pun menyalami ke empat teman-temannya dengan saling membalas sapaan.
"Percayalah. Satu-satunya pria sialan di dunia ini adalah kamu, Bi."
Bian mengerutkan alisnya, "Kenapa?"
"Setelah menolak hatinya. Bisa-bisanya kamu menggandeng wanita lain dan menghadiri acara ini."
Bian tertawa dengan sikap santainya ia menarik pinggang Laisha agar berdiri tepat di sampingnya dan tidak terus mencoba bersembunyi di belakangnya. "Sekalipun kamu bersembunyi. Mereka tetap akan menyadari kamu," bisik Bian.
"Kenalkan dia adalah Laisha. Alasanku mengapa menolak wanita secantik Tisya." Dengan senyum semringah Bian mengenalkan Laisha pada teman-temannya.
"Wow!"
Laisha yang mendengarnya langsung menyikut Bian dan mencoba mengelak.
"Sayangnya, Laisha sangat susah ditaklukan."
"Uuuhh ... Mas Bian merasakan juga sakitnya ditolak," ejek ke empat temannya.
Bian yang menerima hanya bisa bersikap santai. Tak ada emosi ataupun rasa marah mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan sekali saja
RomanceBagi Laisha, setiap waktu yang dilaluinya adalah berharga. Begitupula 8 tahun yang sudah dia habiskan untuk menjalin hubungan bersama Tian-kekasihnya. Saat segala mimpi dan harapan-harapan telah terajut begitu manis dan indahnya, kenyataannya segala...