9

584 51 2
                                    

Hari ini Arkan memutuskan untuk mengajak Liana pergi berbelanja kebutuhan calon bayi mereka. Keduanya memilih untuk mengunjungi Plaza Senayan. Setelah selesai dengan aneka kegiatan belanja. Arkan pun mengajak Liana untuk jalan-jalan sore di taman. Hari ini dia memutuskan untuk tidak masuk kantor. Kemarin Liana meminta dirinya untuk libur dan memberikan waktu satu hari penuh untuk menemani wanita itu. Sejak pagi hingga sore hari Liana bersikap tidak seperti biasanya.

Sejujurnya Arkan merasa aneh. Ia tidak pernah melihat Liana menggandeng tangannya ataupun menciumnya seperti yang sering dia lakukan kepada wanita itu. Ya, di balik pernikahan yang mereka jalani. Arkan dan Liana memang terlihat seperti seorang pasangan suami istri di depan orang lain. Sangat berbeda jika mereka hanya berdua. Selama ini, meski keduanya tinggal dalam kamar yang sama, Arkan dan Liana tetap tidur terpisah. Karena Arkan tahu posisinya. Mereka menikah bukan karena cinta. Melainkan Arkanlah yang memilih berkorban untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah kekasih Liana lakukan.

"Aku hamil. Darren menghilang."

Rasanya jantung Arkan dicabut paksa saat mendengar berita itu dari mulut Liana. Kembali dia merasakan kekecewaan teramat besar pada sosok yang dicintainya. Baru saja dia ingin mengutarakan perasaannya, tapi segalanya malah berantakan.

"Sejak kapan kamu berpacaran dengan Darren?"

"Empat bulan."

"Aku akan menikahimu."

"Kamu gila!"

"Apa yang akan kamu lakukan? Merahasiakan kehamilanmu dari kedua orang tuamu? Lalu bagaimana nasib anakmu?"

"Aku akan menggugurkannya."

"Kamu yang justru lebih dari gila. Bagaimana mungkin kamu tega membunuh dia?"

"Ayah akan membunuhmu, Arkan. Dia akan kecewa dan membencimu. Ini bukan kesalahanmu. Aku tidak mau kamu ikut menanggungnya."

"Aku mencintaimu, Na. Bahkan ketika kamu mengecewakanku. Aku tetap mencoba menjadi yang terbaik untukmu. Aku lebih baik dibenci oleh ayahmu daripada melihatmu menanggung semuanya sendiri."

Tapi sayangnya Arkan melupakan satu hal. Jika perasaan tidak bisa dipaksakan. Sekeras apapun dirinya menjadi yang terbaik untuk Liana. Dia tetap sadar jika wanita itu masih belum bisa mencintainya.

"Ar!"

"Hmm?"

"Bisakah aku meminta satu hal padamu?"

Arkan sedikit bingung, tapi ia tetap menganggukan kepalanya. "Tentu."

"Jika tiba saatnya aku tidak lagi bisa berusaha mencintai kamu. Bisakah kamu menerima hati lain yang tengah aku persiapkan?"

"Maksudmu?"

"Mungkin kamu sadar jika sampai di detik ini aku tidak bisa mencintaimu juga. Sejujurnya aku sudah berusaha, melihat segala kebaikan yang sudah kamu lakukan untukku. Tapi hatiku tetap belum bisa."

Arkan mengelus tangan Liana yang melingkarinya. Dengan senyum tulus dia pun menjawab, "Aku tahu. Aku menghargai usahamu. Terima kasih. Jika memang kamu belum bisa mencintaiku. Biarkan aku saja yang mencintaimu. Asalkan kamu tetap di sisiku, Na. Kita bisa hidup bertiga bersama."

Nana menggelengkan kepala. "Bisakah kamu menikahi Laisha?"

"Na. Kamu sadar apa yang kamu ucapkan?"

"Ya. Aku ingin kalian menikah."

"Aku tidak ingin berpoligami. Jikapun menikah. Aku ingin menikah denganmu setelah anak ini lahir."

Izinkan sekali sajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang