15

884 69 0
                                    

'Untuk setiap waktu yang pernah kita lalui. Aku ucapkan terima kasih. Mungkin aku hanya ditakdirkan menjadi seseorang yang sempat ingin kamu bahagiakan.'

——

Laisha mendengar keributan-keributan yang terjadi di luar ruangan divisi bagian team-nya. Ia baru saja mengirimkan surat pengunduran diri kepada Bian. Beberapa kali pria itu menolaknya. Tapi akhirnya Bian mau menerima alasannya juga. Ia memang ingin memfokuskan diri untuk mengurus Khanza. Begitu juga pekerjaan rumah lainnya. Toh, sejak dulu Laisha memang tidak bercita-cita menjadi wanita karir.

Saat dirinya tengah membereskan barang-barangnya. Tiba-tiba saja suara seseorang dari luar itu mengusik kegiatannya.

Akhirnya Laisha pun berjalan keluar untuk melihat siapa orang tersebut.
Dan benar saja dugaannya. Pria itu adalah Tian. Pria yang selama tiga bulan ini coba ia enyahkan pelan-pelan.

Sayangnya wajah pria itu terlihat begitu kacau. Rambut yang berantakan. Wajah yang ditumbuhi bulu-bulu sampai hampir membuat Laisha tidak mengenalinya lagi.

"Sha!"

Laisha yang merasa dicari hanya bisa mengerutkan dahinya. "Ada apa?"

"Aku ingin bicara."

"Tapi aku sedang membereskan barang-barang."

"Aku akan menunggu."

"Ini akan memakan waktu lama, Tian."

"Aku akan menunggu."

"Baiklah. Terserah kamu."

Laisha pun kembali menuju ruang kerjanya, membereskan semua barang-barangnya yang sebenarnya tidak begitu banyak. Ia hanya sengaja mengulur waktu. Berharap jika Tian lelah untuk menunggunya dan pergi. Sampai tiba saatnya jam pulang kerja pun ia tetap memilih diam di dalam ruangannya.

"Sha! Jika kamu seperti ini, dia akan berpikir kalau kamu masih begitu mencintainya. Akhiri secara baik-baik," kata Fahri sebelum pria itu pergi meninggalkannya yang kini hanya dirinya sendiri di dalam ruangan tersebut.

Laisha pun membawa kardus berisi barang-barang miliknya untuk dia bawa ke lantai dasar. Tian yang melihatnya pun tidak diam, dengan segera pria itu membantunya.

"Biar aku bantu."

"Jangan!" tegas Laisha secepatnya. Ia tidak ingin mendapatkan apapun dari Tian.

"Sha! Ini berat."

"Aku masih bisa membawanya sendiri sampai ke lantai dasar."

Tian pun menyerah. Ia hanya membantu untuk menekan lift dan menutupnya.

"Kenapa kamu berhenti?"

Laisha tidak menjawab.

"Apa karena aku dan kantormu mengadakan kerja sama?"

"Kamu sendiri kenapa terlihat begitu berantakan? Seingatku kamu tampak bahagia saat menikahi Lea."

"Aku menikahinya karena—"

Izinkan sekali sajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang