2.

786 56 2
                                    

Satu minggu setelahnya. Pernikahan Liana dan Arkan pun terjadi. Tidak ada resepsi mewah apalagi sampai begitu 'wah'. Segalanya dibuat benar-benar sangat sederhana hingga membuat para tetangga bertanya-tanya-heran. Jika dilihat, keluarga Laisha cukup terpandang semenjak kakaknya bekerja di Kanada setelah menyelesaikan kuliah S1-nya di sana.

Terbukti dengan beberapa penginapan yang dimiliki serta lahan pertanian yang cukup luas oleh keluarga Laisha.

Beginilah keuntungan jadi orang cukup terpandang di kampung. Jika kau memiliki segudang materi, maka kau akan lebih disegani.

Setelah acara selesai. Hasan-masih enggan untuk berbicara dengan putri sulungnya. Beliau memilih untuk berdiam di kamar, bahkan saat Laisha dan istrinya berkali-kali mengetuk pintu kamar. Ia tak jua berniat membukanya.

"Suruh dia segera pergi." Hanya itu kata-kata yang didengar mereka semua dari Hasan. Meski sakit, Liana harus memakluminya.

"Beri bapak waktu, Na. Ia hanya masih dilingkupi rasa kecewa."

"Iya, Bu. Sampaikan juga pada bapak terima kasih masih sudi menikahkan Nana dan Arkan."

Setelahnya Laisha, Arkan dan juga Liana pamit untuk pergi meninggalkan rumah. Mereka akan pergi ke Bali. Awalnya Arkan dan Liana berniat untuk kembali ke Kanada dan menetap di sana. Namun setelah permintaan ibunya yang menyuruh Nana untuk tinggal di Indonesia saja membuat Nana dan Arkan akhirnya setuju.

Ia tahu, bagaimanapun seorang ibu pasti akan sangat mengkhawatirkan anaknya. Apalagi Nana hamil anak pertama dengan posisi Arkan yang sudah tidak memiliki orang tua.

Jakarta menjadi pilihan mereka untuk sementara. Nana akan menetap bersama Arkan di sana sampai rumah yang dibeli Arkan siap untuk mereka huni.

Liana, Laisha dan Arkan berpamitan kepada Rahma sebelum mereka masuk ke dalam mobil menuju bandara.

****

Seperti janjinya, Tian menjemput kepulangan Laisha. Kali ini tidak di stasiun, melainkan bandara. Ia benar-benar hampir bertengkar dengan Laisha hanya karena masalah tiket pesawat yang katanya mahal, padahal Tian yang mengeluarkan uang dan membelinya.

"Selamat datang kembali wanitanya Tian," ujarnya seraya mengulurkan mawar untuk Laisha. Wanita itu sampai menutupi wajahnya-merasa malu akan kelakuan Tian.

"Ngapain bawa-bawa bunga, sih? Berasa kayak habis LDR tahunan aja," gerutu Laisha. Namun dia tetap menerima mawar yang dibelikan Tian untuknya. Laisha segera melangkah mendahului Tian, Liana dan juga Arkan yang memang sengaja ikut ke Jakarta.

"Hai, Kak!" Tian menggaruk tengkuknya-lumayan malu juga. Tapi dia tetap tidak melupakan sopan santunnya kepada Liana dan juga.... mata Tian berubah memandang datar sosok Arkan yang juga terlihat sama memandangnya.

Tian tidak menyukai Arkan. Dan itu terjadi sejak dulu.

Sambil membantu memdorongkan troler, Tian membimbing Liana menuju mobilnya.

"Sha! Shaaaa! Shaaaayangg!" Tian sengaja meneriaki nama Laisha yang lagi-lagi membuat wanita itu mendelik semakin kesal. Tapi, Tian tidak peduli. Ia hanya ingin menunjukan kepada seluruh orang atau lebih tepatnya satu orang yang berada di sekitarnya bahwa ia yang memiliki Laisha saat ini.

---

Mereka sampai di apartement milik Tian yang tidak ditempati. Apartement itu dibeli Tian setahun yang lalu. Segalanya sudah dilengkapi oleh Tian. Termasuk peralatan-peralatan rumah. Kecuali walk in closet yang masih kosong.

Izinkan sekali sajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang