Arkan menurunkan kereta dorong Khanza dari kursi bagasi mobil. Kemudian membuka lipatannya hingga terbuka sempurna.
Laisha pun menaruh Khanza ke dalamnya, memastikan jika bayi kecil itu aman dan nyaman. Barulah Arkan mendorongnya menuju lift yang berada di area parkir untuk naik ke lantai bagian khusus tempat untuk berbelanja bahan makanan.
"Sha! Gimana kalau kita cari makan aja dulu," usul Arkan. Laisha nampak menimbang sesaat. Namun ia pun akhirnya mengangguk-setuju.
Saat lift berhenti. Arkan menekan tombol penahan pintu agar tetap terbuka, mempersilahkan Laisha untuk keluar terlebih dahulu. Barulah dia dan Khanza menyusul.
"Mas mau makan, apa?"
"Kamu mau makan apa?"
tanya mereka secara bersamaan. Membuat keduanya saling tersenyum, entah alasanya apa? Mereka pun tidak tahu.
"Mas mau makan nasi. Jangan beli fast food, ya, Sha?"
"Kita ke restaurant apa?"
"Gak usah. Cari menu indo."
Akhirnya mereka pun berkeliling untuk memilih beberapa menu masakan Indo yang tersedia di lantai dua-khusus foodcourt.
Laisha berjalan untuk memesan beberapa makanan dari berbeda tempat.Sedang Arkan mencari tempat duduk dan menunggu Laisha bersama Khanza.
Namun saat Laisha hendak memesan minuman. Seseorang tiba-tiba saja menepuk pundaknya. Laisha pun memutar badan untuk melihat siapa sekiranya orang tersebut. Ternyata ...
"Pak Bian."
"Gak nyangka bisa ketemu kamu di sini, Sha." Bian tersenyum—menampilkan dua lesung pipinya. Senyum yang menurut sebagian kaum hawa terlihat sangat manis. Tapi hanya Laisha yang mendeskripsikannya biasa saja. "Kamu mau pesen apa?"
Laisha pun segera menyebutkan pesanannya kepada kasir seraya mengeluarkan uang untuk membayarnya.
"Kamu sendiri?"
Laisha menggeleng. Telunjuknya mengarah pada meja di mana ada Arkan dan juga kereta bayi.
"Boleh gabung?""Bapak sendiri?"
"Sha. Berhenti memanggilku 'bapak', mengerikan sekali di telinga. Lagian ini di luar kantor. Dan kamu juga bukan bawahanku lagi. Kenapa tidak memanggilku Bian saja."
"Saya gak biasa, Pak."
"Gak pa-pa. Pelan aja, Sha. Mukaku gak sesuai kalau dipanggil bapak sama wanita secantik kamu."
Laisha hanya memutar bola matanya dan berjalan meninggalkan Bian lebih dulu. Bian pun menyusulnya untuk bergabung bersama Arkan dan bayi mungil yang belum diketahui siapanya Laisha.
"Siapa, Sha?" tanya Arkan seraya berdiri menyambut Bian.
"Ah, saya Bian. Mantan atasannya Laisha," jelas Bian memperkenalkan diri dengan sopan kepada Arkan. Meski dalam hati dia masih bertanya-tanya.
"Oh .... mantan atasan."
"Ya. Mantan orang yang pernah memperjuangkan juga. Tapi disuruh mundur duluan, Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan sekali saja
RomanceBagi Laisha, setiap waktu yang dilaluinya adalah berharga. Begitupula 8 tahun yang sudah dia habiskan untuk menjalin hubungan bersama Tian-kekasihnya. Saat segala mimpi dan harapan-harapan telah terajut begitu manis dan indahnya, kenyataannya segala...