11 - I Wish I Had

10 2 0
                                    

"Mau ke ATM juga?" 

Dev mendongak, mendapati sepasang mata yang sedang memandanginya.

"Saya?"

"Iya, Mbak."

"Oh, iya. Mau ke ATM."

Lagian, apa coba yang dilakukan orang yang sedang berdiri mengantri di depan mesin ATM? 

Mau masak, batin Dev. 

Dia agak risih dengan jarak —yang terlalu dekat— antara dia dan orang itu .

Saat antrian maju, orang itu ikut maju. Bukannya berpindah mengantri ke belakang Dev.

Nih orang kepiting kali ya, rutuk Dev masih dalam hati.

"Mau ambil uang, Mbak?" tanya orang itu lagi. Padahal dia sudah pura-pura menyibukkan diri dan berusaha menjaga jarak sejauh mungkin. Dev tidak bersuara, dia hanya mengangguk.

Antrian di depan masih panjang, dan tidak ada tanda-tanda orang itu akan mengalah untuk mundur. 

"Mas, duluan aja, saya nggak buru-buru, kok," kata Dev sambil melangkah mundur saat antrian maju lagi.

"Eh?" orang itu kebingungan, "Nggak, Mbak. Saya juga nggak buru-buru. Maju aja, Mbak."

Dev maju karena sadar sudah diperhatikan orang-orang yang mengantri di belakang. Sayangnya, laki-laki itu masih berdiri di sampingnya.

"Tumben ya ATM di sini rame," kata orang itu lagi membuka suara.

Memang benar, tidak biasanya mesin ATM yang berada di depan mini market itu ramai. Padahal hari itu bukan awal atau akhir bulan, bukan juga akhir minggu —waktu-waktu di mana orang biasanya menyerbu mesin ATM.

Dev hanya menggumam sekilas, tidak berniat meladeni pembicaraan orang itu lagi.

"Mbaknya tinggal di sekitar sini juga, ya?'

Masih aja nih, orang!

Antrian di depannya masih ada 3 orang lagi. Dia semakin tidak nyaman dengan keberadaan laki-laki itu. Ingin pergi, tapi dia butuh uang cash malam itu.

"Saya sering liat Mbak di Dialka. Sering nongkrong di sana juga ya?" sebuah pertanyaan yang berhasil membuat Dev kembali menoleh secara utuh pada laki-laki itu.

Dia menghela napas sebentar, "Mas, kalau mau nawarin asuransi—"

"Eh, bukan, bukan, bukan," orang itu menggeleng-gelengkan kepala, panik.

"Bukan. Saya bukan agen asuransi. Saya sering liat Mbaknya di sekitar sini aja."

Dev memicingkan matanya, sebenarnya tidak ada yang mencurigakan dari penampilan orang itu, malah cenderung terlalu 'santai' untuk seorang agen asuransi atau MLM. Tapi, bukankah seekor serigala juga bisa menyamar menjadi domba?

"Saya bukan orang jahat kok, Mbak."

Dev masih menatap orang itu penuh curiga. Mana ada pencuri yang mau mengaku. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengabaikan orang itu saja. Kepalanya sudah merancang 1001 cara untuk meloloskan diri, kalau-kalau orang yang di sebelah ternyata berbahaya.

"Saya Lian, beberapa kali saya sering liat Mbak di Dialka." 

Dev menoleh. Ada senyuman kaku dari orang itu, sedikit harapan terpancar dari bola matanya.

"Kayaknya Mas salah orang deh. Saya nggak pernah ke Dialka," Dev buru-buru masuk ke dalam gerai ATM, membiarkan laki-laki itu terdiam di tempat.

 Saya nggak pernah ke Dialka," Dev buru-buru masuk ke dalam gerai ATM, membiarkan laki-laki itu terdiam di tempat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dunia ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang