28- Right?

12 1 0
                                    

But if the world was ending
You'd come over, right?
You'd come over and you'd stay the night
Would you love me for the hell of it?


Gia mengepalkan jari tangan sesekali. Ada perasaan gugup terpancar dari mata bulatnya. Halte bis yang hanya berjarak 30 meter itu  semakin lama semakin padat. 

Matanya bergerak cepat dari jalan raya, kembali ke trotoar lalu mengarah lagi ke halte. Begitu terus selama setengah jam. Gia tidak  bisa tenang.

How could be he?

Napasnya masih menderu, saat sebuah bis besar akhirnya berhenti di depan halte.  Satu per satu orang di dalam bis keluar, disusul dengan masuknya orang yang sudah menunggu sedari tadi di dalam halte. Dalam beberapa detik, halte yang disesaki oleh puluhan orang itu tampak lenggang, membuat Gia memantapkan langkahnya memasuki ruangan itu.

Langkah kaki Gia  terhenti di depan pintu, ketika menyadari sebuah sosok memasuki halte dari pintu di sisi lain. Kepala yang tertunduk dengan earphone yang menempel di telinga, orang itu jelas-jelas tidak menyadari kehadiran Gia. Dia hanya berjalan dengan tenang, dan langsung mengambil tempat di sudut halte.

Gia yang masih terhenti di depan pintu, membuat jalur masuk sedikit tersendat. Dengan keraguan, dia melangkah masuk dengan kepala setengah tertunduk juga. Berharap perempuan yang sedang berdiri di sudut halte tidak akan melihat keberadaannya. 

Pada jarak yang tidak lebih dari 10 meter, dia hanya bisa berharap tubuh besarnya tidak akan menarik perhatian Dev. Perempuan itu tampaknya sedang sibuk dengan seseorang di ponsel, dia tidak berhenti mengetuk-ngetuk layar ponselnya sejak masuk ke dalam halte. Gia masih sibuk mencuri-curi pandang, saat Dev tiba-tiba menengadahkan kepala. Dia tersekat.

Sebuah bis lain berhenti di depan halte, hanya segelintir orang yang berjalan menuju pintu penghubung antara halte dan bis, termasuk Dev.

Ah, dia mau pergi!

Lagi-lagi Gia panik, bagaimana caranya dia bisa masuk ke dalam bis yang sama dengan Dev. Dia tentu akan menarik perhatian perempuan itu, apalagi kalau harus berjalan di antara kerumunan orang yang bersesakan di ruangan sempit itu.

Gia salah.

Dev bahkan tidak menoleh saat mereka berdiri bersebelahan di dalam bis. 

Tes!

Sebutir keringat mendarat di kelopak mata Gia, saat dia berkedip. Gugup, dan dia tidak tahu kenapa dia bisa segugup itu. Orang yang dicarinya selama berbulan-bulan tepat di samping, tapi yang bisa dilakukannya adalah berdiri canggung,  tanpa ada keberanian memulai interaksi.

Dev terlihat tenang, seperti biasa. Bahkan dalam kumpulan orang yang sedang berdesak-desakan pun, perempuan itu masih tenang, Tenang, berpegangan erat pada besi penyangga bis, karena dengan tinggi badan yang tidak lebih dari 160 cm, pegangan di atas kepalanya akan membuatnya kelelahan dalam sekejap.

Dalam jarak sedekat itu, Gia hanya mampu melihat Dev yang sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri, menatap jalanan kota yang padat dan penuh dengan kendaraan. Mungkin dia harus memulai pembicaraan dari sini, Gia mencoba mengumpulkan keberanian.

"De.....," suaranya bahkan belum keluar, nama Dev baru terucap di dalam kepala, perempuan itu sudah bergerak cepat menuju pintu bis.

Gia tidak berniat untuk mengikuti Dev sejauh ini, tapi sepertinya dia harus bertindak melampaui apa yang sudah direncanakan.

Dunia ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang