18 - To Be Loved

19 3 0
                                    

"Devtri."

Perempuan berbaju hitam itu menoleh cepat ke arah suara yang memanggilnya. Dia mengernyitkan mata, melihat ke arah orang itu. Bulu kuduknya tiba-tiba merinding, ada ketakutan saat menatap langsung kedua mata laki-laki di hadapan.

Dia laki-laki yang sama yang mengikutinya di depan mesin ATM beberapa minggu lalu.

Dari mana orang itu tau nama gue?

"Hai, kita ketemu lagi," laki-laki itu mendekat, memperpendek jarak antara mereka.

Dev berusaha mengabaikan saat dia sudah berdiri tepat di sebelahnya.

"Gue manggil loh tadi," kata laki-laki itu lagi.

"Maaf, Mas. Kayaknya Masnya salah orang," Dev berkelit kemudian mengambil langkah menjauh.

"Terus tadi kenapa noleh?" bukannya berhenti di tempat, laki-laki itu malah membuntuti Dev. Tidak menjawab, dia berjalan lebih cepat membelah kerumunan. Baru beberapa meter berjalan, langkahnya sudah kalah dengan laki-laki yang pundaknya setinggi ujung kepala Dev.

"Kalo lo macem-macem gue bisa teriak loh di sini," suara Dev bergetar setelah menyadari sebuah cengkraman di pergelangan tangan kirinya. Beberapa orang di ruangan itu melihat ke arah mereka. Tidak jauh dari tempat mereka berdiri, seorang petugas keamanan tampak berjalan mendekati mereka.

"Mas Lian ada apa nih?"

Sejenak ada bagian dari dirinya merasakan aman saat melihat satpam mendekat, tapi setelah mendengar sapaannya pada pria asing itu, jari-jarinya yang sedari tergenggam menjadi berkeringat.

"Nggak apa-apa, Pak. Ini teman saya kok."

"Bukan, Pak. Saya bahkan nggak tau siapa dia," Dev memberanikan diri untuk menjawab.

"Hhuh?"

"Beneran temen saya, Pak. Kita tadi lagi debat aja," cengkraman jari-jari pria itu sedikit melonggar.

"Ya udah, tapi kalo mau ngomong serius mending di luar aja, Mas. Nggak enak diliatin pengunjung yang lain."

"Siap, Pak. Kita keluar dulu."

Dev menahan dirinya, saat laki-laki itu menarik pergelangan tangannya.

"Ayo."

"Mau lo apa sih?" tanya Dev lantang sambil menghentakkan tangannya lepas dari genggaman laki-laki itu. Mereka sudah berada di parkiran gedung itu.

"Btw, nama gue Lian."

"Dan?"

"Mana tau suatu saat lo butuh."

Dev mendengus, menghembuskan napas kesal.

"Mas, siapapun lo, gue nggak-"

"Gue seniornya Abe. Abi. Abigail Asteri."

Nama itu lagi, nama yang mampu membungkam Dev selama bertahun-tahun.

"Kok diem?" suara Lian terdengar lebih percaya diri.

Pandangan Dev beralih pada pintu masuk gedung itu, kemudian melihat Lian lagi.

"Apapun tujuan lo, gue nggak ada waktu main-main sekarang. Dan gue nggak kenal sama siapapun itu yang lo sebut barusan," suaranya tegas.

Dev beranjak dari hadapan Lian tanpa menunggu respon dari laki-laki itu. Ada sesuatu yang lebih penting dari pada masa lalunya.

****

"Devtri."

Lagi, sebuah panggilan yang mampu membuat bulu kuduknya berdiri. Baru lewat tengah hari, dia sedang berkonsentrasi dengan sesuatu di layar komputer, saat Evan mengusik konsentrasinya.

Dunia ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang