26 - Undefined

20 2 0
                                    

"Lo mau ke mana?"

"Mau pulang."

"Beneran mau pulang?"

"Iya, mau pulang. Kenapa sih, lo?" tanya Timo risih pada Gia yang membuntutinya sejak keluar dari ruangan.

"Nggak mau ketemu siapa-siapa lagi?

Langkah Timo terhenti, "Kenapa, sih?" tanyanya sambil berbalik menghadap Gia yang hampir menabrak.

Laki-laki itu menggaruk tengkuknya gugup, seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Ya, gue mau nanya aja. Lo habis ini mau pulang atau nggak? Kalau iya, gue mau ngajak makan malem bareng."

Timo mengernyit, "Ada angin apa, lo ngajakin gue makan malam bareng?"

"Lo bisa atau nggak?" tanya Gia lagi.

Sahabatnya itu menggeleng, "Gue ada janji—"

"Sama siapa?" belum juga Timo menyelesaikan kalimatnya, Gia langsung memotong.

"Beneran, deh. Lo kenapa, sih, Gi?" Timo kebingungan melihat tingkah Gia seperti pacar posesif yang harus tahu ke mana dan di mana kekasihnya.

"Kenapa apanya?"

"Dini aja nggak pernah seposesif ini ke gue."

"Berarti lo nggak janjian sama Dini?"

"Gia?"

"Hmm?"

"Lo sahabat gue, bukan istri gue. Oke? Gue balik duluan."

Timo bergegas menghidupkan mesin motornya, dan segera meninggalkan Gia yang masih bengong sendirian di parkiran.

Apa gue ikuti dari belakang aja, ya, Gia membatin setelah beberapa detik membeku melihat motor Timo yang perlahan menghilang dari pandangannya.

"Kak!"

Baru saja Gia akan melangkahkan kaki ingin berbalik menuju mobil, sebuah hentakan keras mendarat di pundaknya. Lian tersenyum lebar, seolah puas melihat ekspresi Gia yang terkejut.

"Lo???" sebenarnya Gia ingin mengumpat, tapi isi kepalanya terlalu penuh, bahkan tidak ada satu kata umpatan pun yang terpikirkannya saat itu.

"Ngapain lo, Kak? Sore-sore bengong sendirian di parkiran?" Lian mengedarkan pandangan pada tempat parkir yang hanya terisi oleh puluhan kendaraan. Tidak ada orang selain mereka di tempat itu.

"Tadi habis ngobrol sama Timo."

"Kak Timonya kemana?"

"Udah pulang. Lo sendiri ngapain? Lo ngantor bawa kendaraan sekarang?" Gia hapal betul kebiasaan Lian yang selalu berjalan kaki ke kantor.

Laki-laki itu menggeleng yang  menyebabkan anak-anak rambutnya ikut bergoyang, "Lagi nungguin Kak Mikha. Ikut nggak?" Lian tersenyum menggoda. Gia mengerti arti senyuman itu.

"Ckckck," dia menggeleng-gelengkan kepala, "Dasar anak muda."

"Mau ikut nggak lo?"

"Nggak. Ntar malam Minggu, deh, gue gabung."

"Ckckckck, dasar anak muda," Lian membalikkan kata-kata Gia. 

"Udah, ah. Gue cabut dulu," kata Gia berlalu dari hadapan Lian.

*****

Sepuluh kilometer.

Dari pada harus menempuh jarak sejauh itu, Gia berpikir lebih baik memasang GPS di motor Timo. Tapi dia tidak melakukannya, karena selain itu adalah tindakan illegal, dia pun tidak berpikir sejauh itu. 

Dunia ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang