19 - Less is More

24 3 2
                                    

Baru saja Alpha menaiki satu undakan anak tangga, tubuhnya refleks berbalik dan berniat untuk segera menjauhi tempat itu. Tidak peduli sepasang mata yang sudah menyadari kehadirannya, kini mengambil langkah untuk mengejar Alpha. 

"Bentar, ya," ujar Abe pada lawan bicaranya dan segera menuruni tangga mengikuti jejak perempuan itu. 

Kosong.

Alpha sudah menghilang, dia tidak mungkin secepat itu keluar dari koridor gedung. Abe mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan, hanya ada gerombolan mahasiswa baru yang berdiri di depan ruangan dosen.

Dia sadar Alpha menghindarinya, tidak tahu kapan pastinya. Setidaknya sejak minggu lalu, sejak Angga mulai menyadari Alpha yang susah untuk dihubungi, dia sadar gadis itu sebisa mungkin menghindarinya. Seperti beberapa hari yang lalu, saat dia dan beberapa teman sekelasnya yang lain sedang menunggu jadwal kuliah selanjutnya di kantin. Alpha dengan terang-terangan pergi setelah melihat dia, meninggalkan Rian yang akhirnya berbicara dengan angin.

"Alpha kenapa sih?" akhirnya, siang itu dia bertanya pada Rian yang sedang duduk di depan sekre sambil mengutak-atik ponsel.

"Hah? Kenapa?" tanya gadis itu masih fokus dengan ponselnya tanpa melihat ke arah Abe.

"Dia marah ya ke gue?" tanya Abe mengambil tempat, duduk di samping Rian.

"Hah? Siapa yang marah?" lagi-lagi Rian belum fokus dengan Abe.

"Gue kesel deh sama Angga, main gonta-ganti password  hape gue, aja!" lanjutnya frustasi.

"Kenapa sih lo berdua ribut mulu?"

"Bukan gue yang mulai, dia tuh! Ini gue mau bales chat nggak bisa. Mana orangnya udah pulang lagi."

"Ya udah, samperin sana ke kontrakan."

"Hih! Kesel gue! Lo tadi kenapa? Siapa yang marah ke lo?" Rian menghadap ke arah Abe, meletakkan sejenak ponselnya di atas meja.

"Alpha."

"Hhh? Kenapa dia marah ke lo?"

"Nggak tau. Makanya gue nanya, dia akhir-akhir ini ngehindar terus."

Rian mentap Abe serius, "Perasaan lo aja kali."

"Gue ngarepnya sih gitu. Tapi dia udah nyuekin chat gue seminggu ini, gue ajakin belajar nggak ada respon, padahal bentar lagi kita kan UAS."

"Males kali anaknya, lo ajakin belajar terus."

Abe menghela napas, "Kalo malas tinggal bilang aja. Setidaknya balas chat gue."

"Ya udah, nanti gue tanyain, deh. Sekarang anter gue ke kontrakan lo, gue udah siap mau perang."

"Perang sama siapa lo?"

"ANGGA! Awas aja anak itu kalo ketemu!"

Dengan ragu, Abe berjalan pelan mengikuti Rian yang sudah berjalan di depannya.

"Ayo cepetan!" teriak Rian dari tempat dia berdiri.

*****

  Tiga pasang mata, tanpa suara, saling menatap satu sama lain. Seolah semesta pun tidak berpihak, matahari di luar sana terlalu terik hingga mampu menaikkan emosi Rian ke level tertinggi. Matanya membara, kulitnya panas terbakar sinar menyengat dari luar. Mangsanya sudah di depan mata.

Angga.

Bak tikus kecil yang terpojok, bertemu dengan pemangsanya. Angga hanya mampu menyerahkan pada takdir, garis hidupnya setelah ini. Dia tidak bisa lari lagi. Sia-sia dia mengirim kode meminta bantuan pada Abe yang berdiri manis di sebelah Rian. Sahabatnya itu tampak acuh dengan nasib na'as yang akan di hadapinya.

Dunia ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang