20 - The One That Got Away.

16 2 0
                                    

Saat beranjak dewasa, setiap orang pasti memiliki impian yang harus dilepas, kenangan yang terpaksa dilupakan, atau mungkin cinta yang harus rela ditinggalkan. Saat beranjak dewasa, saat mimpi terlalu jauh dengan realita, menerima dan melepaskan adalah pembelajaran yang mau tak mau harus ditelan. Berdamai dengan semesta, merelakan hidup akan membawa pada jalan penuh misteri.

Gia bertemu dengan Dini pada awal tahun ajaran baru, kelas 3 SD. Gadis kecil berkulit pucat itu tersenyum manis, saat Gia memperkenalkan diri di depan kelas. Semua orang terasa asing saat itu, wajah-wajah polos penuh rasa penasaran memberi perhatian penuh kepada Gia. Namun ada satu tatapan yang mengusik pikirannya sampai hari pertama sekolah berakhir.

Beberapa bulan sebelumnya, ayahnya membawa kabar bahwa dia akan berpindah sekolah saat kenaikan kelas nanti. Dia ingat kedua orang tuanya mendiskusikan sesuatu di meja makan malam itu, tapi dia terlalu berkonsentrasi dengan tontonan di hadapan. Tanpa bertanya mengapa, Gia hanya meng-iyakan. Dia masih terlalu polos untuk bertanya alasan-alasan orang dewasa pada saat itu.

Dini, gadis mungil itu duduk tepat di depan meja Gia. Ada wangi segar dari sabun mandi yang menyeruak saat melewatinya. Gia jatuh cinta, usianya tidak lebih dari 8 tahun saat itu. Pun dia belum mengerti apa yang dirasakannya, tapi setelahnya Gia selalu bersemangat untuk pergi ke sekolah, ada Dini yang akan ditemuinya nanti.

Selayaknya anak umur 7 tahun yang masih ingin banyak bermain, Gia kecil sering bermalas-malasan saat dibangunkan untuk pergi ke sekolah. Tapi semuanya berubah sejak dia pindah sekolah, orang tuanya berpikir keputusan mereka tepat untuk memindahkan Gia dari sekolah yang lama. Mereka tidak pernah tahu tentang Dini, cerita tentang gadis itu tertutup rapat, Gia terlalu malu untuk bercerita pada siapapun.

Tahun pertama di sekolah itu terlewati begitu saja, tidak banyak interaksi antara dia dan gadis manis itu. Dini tidak banyak bicara, gadis itu pemalu, hanya mau berbicara dengan anak-anak perempuan saja. Sesekali Gia memberanikan diri untuk sekadar meminjam penggaris atau pensil yang pura-pura ditinggalkannya, hanya untuk melihat senyum tipis Dini.

Gadis manis itu cukup populer di kalangan anak laki-laki sekolahnya. Dari kakak kelas sampai teman-teman seangkatan. Ada-ada saja yang menyelipkan satu dua surat cinta pada tas ransel gadis itu. Pernah sekali, saat istirahat Gia memasuki kelas yang kosong untuk mengambil botol minumnya yang tertinggal, matanya menangkap lipatan kertas berwarna merah muda menyempil di antara buku dan meja Dini. Jiwa kompetitifnya membara, Gia dengan segera mengambil kertas itu dan menyimpan rapi ke dalam tasnya sendiri. 

Dini bukan mangsanya, dan dia pun bukan pemburu. Barang kali insting primitifnya sebagai manusia menyala. Dia tidak ingin berbagi dengan siapapun.

Kedekatan Gia dengan Dini bermula saat mereka beranjak remaja, secara 'tidak sengaja' mereka berakhir di sekolah menengah yang sama lagi.

Bukan Gia namanya kalau tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Tentu saja ketidaksengajaan bukan murni ketidaksengajaan. Banyak pihak yang terlibat, dari mulai supir ayahnya, petugas Tata Usaha SD, teman baik Dini dan teman-teman tongkrongannya. Maka didapatkanlah info ke SMP mana Dini akan melanjutkan sekolah. Dan berita baiknya sekolah itu tidak jauh dari rumah Gia, maka dengan perasaan berbunga-bunga dia mengajukan proposal pengajuan kepada kedua orang tuanya sehari setelah kelulusan.

Dini, gadis kecil yang ditemuinya bertahun-tahun lalu, perlahan berubah menjadi remaja cantik yang mampu menarik perhatian orang-orang. Suaranya masih semerdu pertama kali Gia berbicara dengannya, saat gadis itu terkejut melihatnya berada di barisan siswa baru di sekolah yang sama.

"Giandra?"

Gia yang sebenarnya sudah melihat Dini dari kejauhan pura-pura terkejut melihatnya.

Dunia ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang