24 - Finding You

16 2 5
                                    


Insting pertama dan utama yang dimiliki manusia  sebagai mahluk hidup adalah bertahan hidup. Seburuk-buruknya kehidupan, dari ribuan bahkan jutaan ketidakmungkinan tentang hidup, kebanyakan manusia tetap akan memilh untuk tetap hidup.

Itulah yang dilakukan Alpha saat ini, mencoba untuk bertahan hidup. Kepalanya sudah terasa berat sejak tadi, ini sama saja seperti mendengarkan kuliah di pagi hari setelah malam sebelumnya terpaksa tidak tidur karena mengerjakan tugas besar. Entah sudah berapa kali dia menguap sejak berada di tempat itu.

"Mbak, benang yang dipesan sama Pak Ali udah diambil sama orang," suara penjaga toko yang menyadarkan Alpha dari kantuknya.

"Hah? Gimana, Mas?"

"Udah diambil sama orang lain, kalo mau paling nunggu buat minggu depan kita pesanin lagi."

Sebentar, Alpha memiringkan kepalanya mencoba mencerna keadaan.

"Kan itu pesenannya Pak Ali? Terus kenapa dikasih ke orang?"

"Soalnya kelamaan sih, kita kira nggak bakal jadi."

"Terus gimana, dong? Mau dipake buat besok soalnya."

"Kita ada tapi bahan sama warnanya beda."

Glek, Alpha menelan ludah, kerongkongannya yang sejak tadi kehausan semakin terasa kering.

"Ya, udah. Saya cari di tempat lain dulu aja. Makasih ya, Mas," pamit Alpha keluar dari toko itu.

Kalau saja ponselnya tidak rusak dan terpaksa dimuseumkan, Alpha tidak perlu repot bolak-balik ke rumah Pak Ali, hanya untuk menanyakan toko mana yang harus didatanginya lagi. Dia berjalan menuju parkiran tempat dia meletakkan sepeda biru yang membawanya ke toko itu. 

Baru saja dia mengeluarkan sepeda, seorang tukang parkir muncul entah dari arah mana. Alpha menghela napas, orang itu seperti siap-siap untuk meminta uang parkir. dia mencoba mengabaikan dan langsung pergi. Tapi..,

"Neng, uang parkirnya," kata sang tukang parkir menahan belakang sepeda Alpha.

Sejak kapan sih di sini sepeda juga harus bayar parkir, rutuknya kesal. Tapi tetap saja dia mengeluarkan beberapa uang koin dari kantong dan segera pergi.

Sepanjang perjalanan Alpha hanya bisa merutuki nasib sial yang menimpanya hari itu. Mulai dari sarapan yang dimakan oleh kucing kampung di bengkel milik Pak Ali, menggantikan karyawan Pak Ali yang sedang sakit, pesanan yang malah diambil lebih dulu oleh orang lain sampai tukang parkir yang datang tiba-tiba seperti hantu. Belum lagi jalanan becek yang harus ditempuhnya karena hujan selama berhari-hari.

"Untung tahun ini nggak ada banjir," seorang karyawan senior yang biasa dipanggil Mbak Uti nongol, saat Alpha baru sampai di depan bengkel. Ada seorang lain yang membuntuti Mbak Uti dari belakang, sepertinya mereka akan istirahat siang itu.

"Alpha, lo dari mana?" Mbak Uti menyapanya dengan suara cempreng yang khas.

Gadis itu hanya tersenyum kaku, sebenarnya ingin menghindar saja. Ibunya sudah mewanti-wanti agar dia tidak banyak bergaul dengan orang-orang di bengkel itu.

"Ke pasar, Mbak," jawab Alpha sekenanya.

"Di dalam ada makanan, tuh. Makan dulu sana, kita mau jajan dulu," kata Mbak Uti kemudian berlalu keluar dari gerbang. Alpha hanya berdiri di tempatnya, mengangguk-angguk kecil menunggu kedua orang itu pergi.

"Benangnya ada?" suara berat dari belakang mengagetkan Alpha.

"Eh? Pak?"

Pak Ali muncul dengan kaos oblong putih yang tampaknya sudah terlalu sering dicuci jemur, sampai berubah warna menjadi kekuningan dan sebotol soda di tangannya. 

Dunia ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang