29 - Wall of Hospital

16 3 5
                                    

Airports see more sincere kisses than wedding halls.
The walls of hospital have heard more prayers,
than the walls of churches.

***

Putih dan dingin. Aroma menusuk khas desinfektan memenuhi rongga penciuman Abe sejak dia melangkahkan kaki di koridor panjang rumah sakit.

Mama pingsan, kamu cepet ke rumah sakit.

Hampir pukul 10 malam, saat Abe mendapat pesan singkat dari kakak tertuanya. Baru saja dia akan kembali ke kontrakan setelah hari panjang yang penuh dengan masalah perkuliahan, Abe terpaksa berhadapan dengan realita lain.

Tangannya gemetar, kepalanya dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif, bagaimana dia bisa melanjutkan hidup tanpa Mama?

Angga akhirnya mengantarkan Abe dengan mobil Mikha menuju rumah sakit. Ponsel Abe tidak henti-hentinya bergetar sejak dia menerima pesan pertama. Perjalanan 15 kilometer itu terasa semakin panjang.

Nggak usah panik, mama baik2 aja.

Bagaimana dia bisa percaya pesan singkat semacam itu? Saat bertahun-tahun lalu dia terjebak dalam situasi yang sama, saat semua orang mengatakan 'Papa baik-baik aja.' Namun kenyataan yang dihadapi adalah tubuh kaku dan dingin laki-laki yang paling dibanggakannya.

Abe benci dibohongi.

Sesampainya di parkiran rumah sakit, Abe langsung bertemu dengan Enggar —kakak iparnya. Tidak jauh berbeda dengan Abe, laki-laki itu pun tampak kusut dengan kemeja biru yang membalut tubuhnya.

"Kak?" hanya itu kata yang sanggup dikeluarkan Abe.

"Nggak apa-apa, kok," kata Enggar berusaha menenangkan laki-laki muda itu.

"Mama udah masuk di kamar perawatan lagi diobservasi."

Berita yang cukup melegakan sebenarnya, namun sebagian dari dirinya memaksa Abe untuk bersiap pada kemungkinan terburuk.

"Kamu masuk aja, Adel udah nungguin di dalam," perintah Enggar sambil menyerahkan kartu pengunjung pada Abe.

Sudah hampir tengah malam saat Abe menelusuri lorong panjang menuju kamar perawatan Mama. Sesekali dia bertemu dengan petugas keamanan rumah sakit, atau perawat yang harus bertugas di malam itu.

"Mau ngapain, Mas?" seorang perawat muda menyapa Abe yang sedang kebingungan mencari arah.

"Ruangan Bougenville di sebelah mana ya?" tanya Abe.

"Ini ruangan Bougenville," kata perawat itu sambil menunjuk papan penunjuk di atas kepala Abe.

"Ohhh."

"Mau cari siapa?" perawat itu sepertinya menaruh curiga pada Abe.

"Mama saya katanya dirawat di sini."

"Namanya siapa?"

"Ibu Elfi..."

"Ohh, anaknya Bu Elfi, ya? Mari, mari saya anterin," kata perawat itu sigap.

Baru setengah jalan, Abe sudah bisa melihat sosok Adel dari kejauhan duduk di koridor.

"Di sini aja, Mbak. Itu kakak saya udah kelihatan, kok. Makasih banyak, ya," kata Abe segera bergegas menghampiri Adel.

"Kak?"

"Abee," ada kelegaan pada suara Adel, seperti sudah lama menunggu adik bungsunya itu.

"Mama gimana?" tanya Abe mencoba melongok pada pintu kamar yang tertutup.

Dunia ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang