20. Winter ball

457 80 4
                                    

"...dengan Johnny. ...bukan hanya sekedar pacar untuknya. Sebagai mate, mereka akan terikat seumur hidup. Ia hanya akan mencintai satu orang itu."

Jaehyun tidak sengaja mendengar percakapan orang tuanya. Sekarang sudah lewat tengah malam, tapi ia belum bisa tidur. Ia turun untuk mengambil segelas susu, siapa tahu bisa membantunya terlelap. Tapi pintu kamar utama di lantai satu, milik orang tuanya, sedikit terbuka dengan lampu yang masih menyala, menandakan ayah dan ibunya masih terjaga.

Saat nama Johnny disebut, Jaehyun tahu persis apa yang mereka bicarakan. Ia tahu menguping adalah hal yang tidak pantas. Ia juga sejujurnya tidak mau mendengar apapun tentang hal itu. Tapi tubuh dan inderanya mengkhianati. Ia berdiri cukup dekat agar bisa mendengar apa yang mereka katakan.

"Ia gadis yang beruntung. Johnny adalah anak yang baik. Ku harap Jaehyun juga akan menemukan seseorang sepertinya, seseorang yang akan mencintainya saja sepanjang hidup." Jessica menimpali.

"Uhh," tangannya mengusap salah satu pipi, baru sadar kalau matanya berair saat ia berkedip, membuat genangan di pelupuk matanya tumpah. Dua hari sudah berlalu, tapi kenapa hatinya masih terasa berat. Ia harus berkali-kali mengingatkan, bahwa ia tak memiliki hak apapun, ia tak seharusnya merasa marah, cemburu, atau apapun yang ia rasakan saat ini terhadap Johnny.

Suara obrolan dari kamar orang tuanya kini berganti menjadi candaan yang sesekali diselingi tawa ibunya. Jaehyun tak tertarik lagi dan memutuskan untuk kembali ke kamar, melupakan tujuan awalnya. Tangannya kosong tanpa membawa susu, begitu juga dengan hatinya. Entah kenapa ia merasa sesuatu telah hilang, sesuatu yang penting. Tapi ia tidak tahu—atau mungkin lupa—hal apa itu.


"Casper hyung," Jaehyun menoleh pada panggilan yang tak asing itu. Ia sedang duduk di salah satu bilik warnet, untuk pertama kalinya membolos sekolah. Lee Jeno, dengan cengiran khasnya, kini menempati bilik di kanan Jaehyun yang tadinya kosong. "Ini hari Senin hyung, bukan hari Minggu!" katanya serius, seolah mewartakannya breaking news ala televisi.

Jaehyun memutar mata, "Ara. Dan berhentilah memanggilku Casper." hardiknya pada si adik kelas. Ia pasti hanya ikut-ikutan anak kelas tiga, memanggilnya dengan sebutan seperti itu.

"Eoh? Kau benar-benar membolos?" Jeno membolakan matanya, tak menyangka seorang Jung Jaehyun, siswa teladan, bisa melakukan hal semacam ini.

"Hei, Jeno, ayo main bareng." Taeyong di bilik sebelah kiri menyembulkan kepalanya, tertarik karena teman main game-nya datang. Perhatian Jeno langsung teralihkan, ia mengangguk dengan antusias. Kalau diibaratkan, Taeyong bisa dibilang merupakan penunggu warnet ini, dan Jeno adalah kandidat nomor satu sebagai penerusnya.

"Hyung, Sabtu kemarin kenapa kau tidak datang latihan? Lucas hyung marah-marah, tau." Jeno memberitahu di sela-sela omelan dan umpatannya. "Johnny hyung juga tidak datang," tambahnya.

Jaehyun menghela nafasnya, tak tahu harus menanggapi seperti apa. Ia duduk di depan komputer cukup lama, merasa bosan. Sekarang mungkin sudah jam istirahat kalau ia di sekolah. Ia baru mau mengecek ponselnya saat benda itu bergetar.

"Yak, kau di mana?! Taeyong juga membolos, apa kau bersamanya?!" Si kelinci berteriak membuat Jaehyun harus menjauhkan ponselnya dari telinga. Tadi ia sempat mengirim pesan pada anak itu, sekadar memberi tahu kalau ia membolos, takut ia menelepon ke rumah.

"Iya, aku ikut Tyong ke warnet. Jeno juga di sini." jelas Jaehyun, ingin segera menyudahi panggilan itu. Doyoung pasti akan bertanya panjang lebar, karena ia belum menceritakan masalahnya.

JohnJae - SERAPHYMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang