11. Penolakan

716 113 2
                                    

⚠⚠
 
 
 


"Yak, pelan-pelan, tanganku sakit!" Doyoung menggerutu saat temannya itu menyeret pergelangan tangannya tanpa permisi. "Kita mau ke mana Jae?" tanya Doyoung. Sekarang sudah waktunya pulang, tapi anak itu malah membawanya naik tangga lantai tiga.

Akhirnya mereka berhenti, tepat di depan pintu rooftop. Jaehyun menghadap Doyoung dengan wajah cemberut. "Doyoung Hyung," rengeknya manja.

Doyoung mau tak mau langsung memasang sikap siaga. Di antara tiga sekawan itu, mereka sudah memutuskan untuk berbicara informal, meskipun Jaehyun dua tahun lebih muda dari keduanya. Kalau tiba-tiba bocah itu memanggilnya dengan embel-embel hyung, pasti dia ada maunya.

"Wae?" kata Doyoung was-was.

"Begini," Jaehyun meraih kedua tangan Doyoung. "Sicheng sedang menungguku di sana. Tapi aku tidak mau bertemu dengannya. Hyung tolong datang padanya, dan katakan-"

"Yak!" Belum selesai Jaehyun menjelaskan, Doyoung keburu emosi. "Naega wae? Lagipula, sudah kubilang kau harus mengatakannya langsung. Jangan lewat teks, apalagi lewat orang lain. Nanti dia sakit hati." omelnya pada si rambut coklat. Kepalanya tertunduk sambil memanyunkan bibirnya.

Memang, sejak obrolan di pinggir sungai Han waktu itu, Jaehyun menceritakan tentang Sicheng pada kedua sahabatnya. Doyoung juga sudah mewanti-wanti agar ia tidak melakukan hal bodoh seperti yang ia pikirkan saat ini.

Jaehyun mau tak mau melangkah ke rooftop. Sicheng sudah menunggu di sana, tubuhnya tersandar di pagar pembatas. Cih, Doyoung bahkan langsung kabur sebelum Jaehyun merayunya kembali.

"Kenapa kau menunduk begitu?" tegur pemuda Chinese itu saat Jaehyun mendekat. Kedua tangannya menarik bahu Jaehyun, berusaha menatap wajahnya yang disembunyikan. Perasaannya tidak enak, tapi jujur saja, ia seperti sudah tahu bagaimana pembicaraan ini akan berjalan.

"Sicheng, aku-"

Mulut Jaehyun terbungkam saat merasakan belaian lembut dan dingin di bibirnya. Cup. Tanpa aba-aba pemuda di depannya itu menaikkan dagu Jaehyun dan mengecupnya. Hanya beberapa detik, tapi berhasil membuat mata Jaehyun membelalak dan jantungnya berdegup tak karuan.

Baamm!

Suara gebrakan dari arah pintu memecah hening setelahnya. Jaehyun menoleh ke arah itu, tapi tidak ada siapapun. Pintu juga tertutup rapat.

"Jaehyunie," Sicheng menangkupkan tangannya di kedua sisi kepala Jaehyun. Meskipun sakit, ia berusaha tersenyum. "Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin memastikan apakah aku punya kesempatan atau tidak. Sekarang, aku sudah tahu jawabannya." Ia memandang Jaehyun yang sudah berkaca-kaca. Ibu jarinya membelai pipi selembut sutera itu.

"Mianhae," isak si rambut coklat dalam pelukan Sicheng. Ia tidak mau melihat ekspresi Sicheng yang terluka karenanya. Sebaik apapun ia menyembunyikan, Jaehyun tidak mungkin tidak melihat kekecewaan di sana.

"Nan gwaenchanha. Jadi ayo kita tetap berteman, dan bersikap seperti biasa." ucap Sicheng sambil melepas pelukannya. Ia mengulurkan jari kelingkingnya, "Janji?"

"Janji." Jaehyun menyambut dan menyegel janji itu dengan ibu jari. Lesung pipinya muncul saat ia tersenyum.

Sicheng adalah satu dari sedikit orang yang selalu berada di sisinya. Jaehyun tidak mau kehilangan anak itu untuk alasan apapun. Selama ini ia selalu menghindar karena takut persahabatan mereka akan berakhir. Kehilangan Johnny sudah cukup menakutkan, ia tidak mau hal itu terulang lagi.
 
 

♥♥♥
 
 


Di sebuah kafe, pemuda bersurai singa sedang duduk bersama temannya yang lebih muda. Mereka masih memakai seragam dan membawa tas sekolah. "Kalau yang ini bagaimana, Hyung?" yang lebih muda bertanya, mendongakkan wajahnya dari buku di meja.

JohnJae - SERAPHYMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang