27 || Paket misterius

721 57 4
                                    

Darah?

Lagi?

Aishhh...

Ada kalanya aku muak sekali dengan penyakitku yang selalu kambuh hanya karena melihat seseorang adu jotos ini.

Aku masih sadar 100%, tapi kepalaku rasanya sakit sekali. Seperti ada yang menusuknya dengan jarum. Belum lagi nafasku yang mulai terasa berat.

Raina memang kedua tanganku "Dis, lo nggak papa?"

"Kita ke rumah sakit aja!" Ucap Pak Zein membuatku menggeleng cepat.

Aku tidak mau ke tempat itu lagi. Pasti ujung ujungnya aku di paksa untuk ke psikiater. Dan aku tidak mau kalau harus berurusan dengan psikiater. Itu membuatku tidak nyaman.

"Nggak! Nggak perlu. Saya nggak papa kok Pak"

Aku berusaha terlihat tidak kesakitan supaya mereka tidak membawaku ke rumah sakit.

"Benar tidak apa apa?"

"Kan! Gitu aja gak paham! Kalo cewek bilang nggak papa, berarti dia ada apa apa" Ucap Raina sambil berkacak pinggang dan mata yang melotot menatap Pak Zein.

"Jelas jelas ini karena kamu. Coba saja kamu tidak memukuli saya di depan Adisty. Pasti trauma Adisty juga tidak akan kambuh" ucap Pak Zein tidak terima.

Yang benar saja mereka ini. Kalau mereka tau aku kesakitan bukannya dibawa pulang, atau setidaknya di suruh duduk kek, malah melanjutkan perang di depanku lagi. Tapi ini semua juga salahku yang menciptakan drama seekstrim ini. Tidak apalah, aku mencintai diriku lebih dari apa pun dan siapa pun.

"Udah... stop stop!" Ucapku melerai mereka berdua.

Pak Zein dan Raina kompak menoleh padaku.

"Oh iya, sampai lupa, ayo kita ke mobil saya dulu" ucap Pak Zein, kemudian menggendongku ala bridal style secara tiba tiba.

Jangan lupa bahwa aku masih sepenuhnya sadar. Perlakuan Pak Zein membuat mataku melebar sempurna. Aku melirik sekitar, mereka juga menampilkan ekspresi terkejut yang tak jauh berbeda dariku. Bahkan ada yang menganga sampai lupa menutup mulutnya. Aku merutuki perbuatan Pak Zein ini. Sia sia aku menciptakan drama ekstrim tapi dia melakukan ini. 

Kepala sakit

Pipi terasa panas

Terasa seperti ada yang sesuatu beterbangan di perutku

Satu kesatuan yang cukup membuatku hanya bisa diam, tidak memprotes tindakan yang di lakukan Pak Zein. Aku pasrah saja Pak Zein menggendongku sampai mobilnya.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya Pak Zein sampai di mobilnya. Ia menurunkan di jog penumpang. Baru saja Pak Zein ingin duduk di sebelahku, tapi Raina tiba tiba menerobos masuk ke dalam mobil dan langsung duduk di sebelahku mendahului Pak Zein. Ku lihat Pak Zein sedang menahan kesal dengan menggertakkan giginya. Tatapannya kepada Raina seperti harimau yang sedang mengintai mangsa. Konyol sekali ekspresi kesalnya saat ini.

"Dis, masih sakit kepalanya?" Tanya Raina dengan raut wajah yang sangat khawatir melihatku.

Aku hanya diam saja karena berusaha mengontrol nafasku yang masih terasa berat.

"Kita ke rumah sakit aja ya?" Tawar Raina yang mendapat gelengan pelan dariku.

"Ayo kita ke rumah sakit saja, saya khawatir sama kamu" ucap Pak Zein bersikeras membujukku.

"Kalo saya bilang nggak perlu ya nggak perlu!"

Bukannya membuatku baikan, dengan mereka seperti ini terus malah membuatku ingin kabur saja dari sini.

Married With DosganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang