Daily Writing Challenge DAY 4
Buat karya dengan membayangkan tokoh/diri Anda menjadi NPC (non playable character) di dunia baru.
Pesta teh, duh, pesta semacam ini terdengar begitu janggal di telingaku. Maklum, selama ini aku hanya pernah menghadiri pesta ulang tahun atau pesta pernikahan. Namun, di kalangan kaum borjuis, tentu banyak sekali aneka pesta yang biasa mereka gelar. Sekadar untuk bersenang-senang atau sebagai ajang pamer.Rumah itu begitu megah, dikelilingi kebun dan taman dengan rumput yang terpangkas rapi serta bunga-bunga aneka warna yang bermekaran. Ketika menginjakkan kaki di ruang tamunya, aku terpana dengan interiornya yang tak kalah megah. Ornamen-ornamen zaman Victoria sangat kental, ukiran, tirai besar berwarna emas menjulur di sekitar jendela, lampu hias menggantung di tengah-tengah ruangan.
Seorang pelayan menuangkan teh ke cangkir-cangkir setiap tamu yang duduk di kursi berukiran rumit nan mewah itu. Ada sekitar tujuh orang, tiga wanita dan empat orang pria. Ada tiga orang yang kukenal di sana, Arkan, Louisa, dan Andrew - sang pemilik rumah.
Namun, yang membuatku terheran-heran, mereka semua memakai pakaian yang hanya kulihat di film-film bersetting di Inggris pada awal abad ke-20. Aku menunduk melihat pakaian yang melekat di tubuhku. Sangat kontras, seakan telah Salah kostum. Para wanita itu memakai gaun, korset, stoking, sepatu mewah, topi, sampai sarung tangan berbahan satin. Sementara bajuku adalah celana jins dengan blus berlengan pendek, baju yang kupakai saat Arkan menjemputku untuk makan malam di kafe rooftop.
Aku memanggil mereka, mencoba mengikuti obrolan mereka, tetapi tak satu pun yang kumengerti.
"Hei, Arkan!" panggilku kepada sahabatku. "Kalian bahas pesta debut apa, sih? Lord Eleanor siapa?" bisikku di dekatnya.
Namun, ia hanya melirik sekilas ke arahku lalu mendebas.
"Lord Eleanor, Duke of Southampton, Milady," jawabnya.
Aku melongo sejadi-jadinya. Apa maksudnya? Aku nggak lagi terjebak di dalam novel historical romance, kan?
"Mau tambah lagi tehnya, milord?" tanya pelayan yang sigap berdiri di sudut meja.
Ketika melihat anggukan tuannya, pelayan itu segera meraih teko berisi teh camomile hangat. Aku mendekati laki-laki paruh baya itu saat ia sedang menuangkannya. Sedikit air teh itu tumpah mengenai tanganku.
"Aduh!" seruku sambil mengibaskan tangan.
Terasa seseorang menarik tanganku lalu mengelapnya dengan tisu.
"Hati-hati, Non! Masa ngambil gelas aja sampai meleset. Tuh, tumpah deh."
Suara itu mengembalikan kesadaranku ke dunia asliku. Angin berembus dari ketinggian lantai empat belas yang tak tertutup. Aroma makanan, suara-suara berisik dari obrolan para pengunjung kafe, dan yang terpenting cowok di hadapanku ini sudah terlihat normal. Cowok bercelana jin dan kaos oblong, bukan pria dengan jas rapi yang dikanji dan dasi kupu-kupu.
"Eng... Enggak apa-apa. Cuma, imajinasi gue lagi mengirim gue ke dunia lain," jawabku asal.
Seketika kepalaku ditoyor. "Kalau makan jangan sambil ngayal!" Matanya menatap piring-piring kosong di meja kami. "Balik, yuk!"
Nggak tahu ini nulis apa. Temanya bikin kejang-kejang ni... wkwkwkkkwk!Semoga besok dapat tema yang normal aja dan bisa nyambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Yesterday
Historia CortaIni adalah kisah lalu antara aku dan dia yang masih selalu menarik untuk diceritakan. Tantangan 28 hari, 28 tulisan. Berisi cerita mini, puisi, sajak, atau apa pun dengan tema random setiap harinya.