Menulis dengan prompt: Dunia di mana menulis cerita adalah kegiatan ilegal.
Aku men-scroll situs majalah kampus tempatku menimba ilmu. Majalah ini terbit dwi mingguan, dan biasanya aku begitu antusias menunggunya.
Namun, aku kecewa ketika membaca konten demi konten edisi kali ini. Tidak ada lagi kolom cerita bersambung maupun cerpen pilihan favoritku.
Jujur, aku sangat merasa kehilangan. Bagaimana pun aku mengikuti cerita bersambung yang sedang diterbitkan di sana. Apalagi aku juga kerap mengirim cerpen, meski baru beberapa saja yang pernah terbit.
"Kenapa muka lo begitu?" tanyanya yang sedang di sampingku.
Aku mengangsurkan layar ponselku ke depan wajahnya.
"Bete gue, semua cerita fiksi sekarang nggak ada."
"Oh. Memang lo nggak dengar peraturan rektorat terbaru?"
Alisku bertaut, sedikit bingung. Memang aku tidak seaktif dia di organisasi kemahasiswaan, sehingga kurang up to date segala informasi.
"Sekarang segala jenis cerita fiksi dilarang terbit. Itu berarti semua kegiatan menulis cerita menjadi ilegal di sini," jelasnya.
"Are you kidding me?!" Suaraku meninggi tanpa kusadari. "Gila! Dunia tanpa fiksi seperti nggak berwarna. Monoton, membo..."
Arkan langsung membekap mulutku, membuatku sulit bicara.
"Psst, jangan ngomongin gituan kenceng-kenceng. Bisa gawat kalau ada yang dengar terus lo dilaporin. Sanksi terberat lo bisa dikeluarin," katanya dengan berbisik.
"Ah, peraturan gila! Apa mereka nggak mengkaji dulu sebelum mengesahkan peraturan?" tanyaku dengan suara yang lebih terkendali.
"Ya, jangan tanya gue lah. Udah, pokoknya sekarang gue minta lo nggak usah aneh-aneh. Cukup nulis buat diri sendiri," katanya dengan tegas.
Pusing sama temanya. Nggak tau aku nulis apa ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Yesterday
Cerita PendekIni adalah kisah lalu antara aku dan dia yang masih selalu menarik untuk diceritakan. Tantangan 28 hari, 28 tulisan. Berisi cerita mini, puisi, sajak, atau apa pun dengan tema random setiap harinya.