Tema: Memalsukan kematian
Sejak kejadian di mall waktu itu, dia dan Louisa resmi putus. Kalau hitunganku benar, berarti mereka hanya berpacaran selama 16 hari, 16 jam, 16 menit. Rekor pacaran Arkan yang tercepat, bahkan tak sampai sebulan mereka sudah bubar.
Berarti saat ini hati Arkan sedang dalam kekosongan, tanpa kekasih. Apakah ini kesempatanku untuk menyatakan perasaan yang selama ini kupendam? Namun, aku takut jika pengakuanku membuat hubungan kami jadi berjarak.
"Non, lo kenapa dari tadi kayak nggak konsen? Kebanyakan bengong!" tanya teman satu kelas yang sekaligus teman kosku.
"Sorry, Ta. Gue lagi galau," akuku.
Dita memegang dahiku sambil tersenyum jahil. "Tumben lo galau. Emang ada apa?"
Aku mendebas. Dita adalah salah satu teman baikku, aku juga yakin dia bisa memegang rahasia.
"Soal Arkan," ujarku lemah. "Dia baru putus."
"Terus lo galau, apa lo harus bilang sekarang tentang perasaan lo?" tembak Dita tepat sasaran.
"Kok lo tahu, Ta?"
"Lo gampang kebaca, Non." Dita memandang lurus ke dalam mataku, lalu tertawa keras. "Kalo boleh gue saranin, lo ngomong aja, abis itu lo pura-pura mati kaya Romeo and Juliet gitu."
Aku bergidik, sekaligus tertawa dengan saran anehnya Dita.
"Gila! Nggak mau lah gue mokat cuma demi cinta sepihak," balasku.
"Ya, nggak beneran mati lah. Lo cuma harus pura-pura diambang kematian. Kalo perlu pura-pura mati sekalian, biar lo tau perasaan dia yang sebenarnya," ujarnya serius.
"Tenang, ntar gue bantuin atur skenarionya," tambahnya bersemangat ketika melihatku masih bengong mendengarkan saran gilanya.
Aku menarik napas panjang, menimbang-nimbang apakah memang perlu memalsukan kematian demi cinta?
"Nggak, nggak. Gue belum segila itu," jawabku mantap.
"Udah, yuk, kita lanjut aja nugasnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
About Yesterday
Historia CortaIni adalah kisah lalu antara aku dan dia yang masih selalu menarik untuk diceritakan. Tantangan 28 hari, 28 tulisan. Berisi cerita mini, puisi, sajak, atau apa pun dengan tema random setiap harinya.