1

1.2K 94 10
                                    

_______

Pernah tahu bagaimana rasanya ketika sesorang yang kita cintai meninggalkan kita secara mengenaskan, tepat di samping kita? Dan setelah itu, kita adalah orang yang berkewajiban menceritakan kronologi kejadiannya pada berita di surat kabar? Rasanya itu... Seperti mencekik leher sendiri.

Pekerjaan memang menuntut setiap orang untuk berlaku profesional. Tidak perduli keadaan hati, mood, perasaan, dan lain-lain yang bersifat pribadi. Tidak perduli! Pekerjaan menuntut kita melakukan hal yang memang sudah menjadi kewajiban kita.

Tapi... Tidak ada kah sedikit toleransi pada seseorang yang tengah dilanda rasa berkabung akibat kehilangan seseorang yang amat dicintai?

"Aku yang nyetir."

Ketika baru saja kami mengayunkan kaki 3 langkah keluar dari pintu kafe. Jisoo merampas kunci mobil dari tangan ku. Aku hanya menggeleng. Menatap Jisoo yang kini sudah berlari mendahului ku. "Kau masih tak percaya kalau aku sudah lulus sekolah menyetir."

Jisoo mengeluarkan SIM dari dalam dompetnya, lalu menempelkan dikeningnya.

Aku hanya terkekeh melihat tingkah kekanak-kanakan gadis itu, gadis manja itu baru saja mendapatkan SIM nya tadi siang. Selama perjalanan menuju kafe, ia memaksa ku untuk bertukar posisi, meminta agar ia duduk di jok pengemudi dan aku duduk di jok penumpang. Tapi aku tidak mengijinkan, karena... Jujur aku masih meragukan kemampuan menyetirnya yang jelas-jelas masih amatir.

Namun kali ini, ia berhasil merampas kunci mobil dari tangan ku. Hhhh... Apa boleh buat? Mungkin pada pukul 9 malam seperti ini jalanan agak lengang, dan mobil ku yang Jisoo kendarai nanti tidak akan dihujani klakson mobil dari arah manapun karena ke-amatiran berkendaranya. Semoga.

Aku pasrah, kini aku duduk di sampingnya. Menarik seatbelt yang berada di jok yang aku duduki. Setelah Jisoo berhasil melajukan mobil dengan kecepatan standar, aku hanya mampu tersenyum. Ternyata Jisoo memang sudah mampu menyetir, walau kini wajahnya berubah bak anak SD yang menghadapi kertas Ujian Sekolah. Terlihat tegang.

"Santai sayang."  Aku mendekatkan wajah ku di samping telinga kanannya. Berusaha untuk membuatnya tenang aku lebih mendekatkan wajahku agar aku bisa mengecup pelipisnya.

"Begini caramu bikin seorang gadis di sampingmu supaya santai?" tanyanya dengan tatapan yang tetap lurus.

"Mmmm." Aku hanya bergumam, karena bibir ku masih menempel pada pelipis kirinya.

"Aku harap kau cuma berlaku seperti ini cuma kepadaku," ucapnya lagi, dengan tatapan yang masih tegang terarah ke depan.

"Hm? Ya jelas aku seperti ini cuma sama mu."

"Oh ya? Tak ada gadis lain yang kau sentuh selain aku?" tanyanya lagi. Pertanyaannya kali ini membuat kedua alisku merapat. Mungkin Jisoo saat ini sedang menciptakan perbincangan diantara kami berdua, menghilangkan rasa groginya. Mungkin.

"Ya, tak ada. Cuma kau gadis yang aku sentuh," jawabku. Walaupun sebenarnya aku tidak mengerti fokus pembicaraan Jisoo.

"Selamanya?"

"Iya. Selamanya. Hanya kau satu-satunya gadis yang aku sentuh."

"Oh ya?"

"Mmm. Cinta ku dengan mu udah mentok, sampai kapanpun itu. Dan ajalpun sepertinya tak akan pernah bisa memisahkan kita."
Jisoo terkekeh, "Love you, Taehyung-ah."

"Love you too."

Brak...

Kejadian itu terjadi begitu cepat, hanya selang sepersekian detik setelah aku mengucapkan kalimat janji konyolku itu. Aku merasakan pelipis kiri ku menghantam dashboard.
Selang beberapa menit setelah itu. Dengan persentase kesadaran yang menghampiri nol, aku berusaha membuka mataku. Menatap apa yang ada di hadapanku saat ini. Gadis cantik itu, keningnya kini sudah melumer merah tergeletak di atas setir. Ia tidak memakain seatbelt? Tidak! Bodoh! Aku lupa memakaikannya atau hanya sekedar mengingatkannya memakai seatbelt.

Eyes Voice ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang