(Revisi setelah end)
"Ira, kamu yakin nggak mau nemenin aku pergi ke tempat fotokopi?" tanya Aruna sekali lagi kepada Ira yang telah menolak ajakan itu sebelumnya.
"Bukannya nggak mau Aruna cantik ..., tapi nanggung banget, nih. Maaf ya, ya?" Begitulah Ira jika sedang larut dalam bacaannya. Aruna sudah paham, kalau ingin mengajak Ira seharusnya sebelum gadis itu membuka novelnya.
"Ya udah kalau gitu. Kalau aku kenapa-kenapa di jalan, kamu jangan nyesel ya."
"Ngomong apaan sih, Na. Jangan gitu, dong."
"Iya-iya. Aku jalan dulu, biar cepat balik lagi. Semoga nggak telat mata kuliah berikutnya."
Dengan tumpukan buku yang dipegangi, Aruna keluar dari kelas menuju basemant untuk memfotokopi materi yang dibutuhkannya dari buku-buku itu. Gedung FAI yang terdiri dari lima lantai ini terlihat sesak jika sedang pergantian jam seperti ini. Apalagi kelas Aruna di lantai dua dan posisinya yang paling pojok. Ia sedikit kesulitan dengan tumpukan buku seperti itu melewati depan kelas-kelas lain, yang mana banyak mahasiswa sedang mengobrol.
"Tega banget Ira. Lebih mentingin novelnya dari pada aku," batinnya sambil melewati kerumunan itu.
Mendadak beban di tangan Aruna terasa ringan. Seseorang dengan tubuh tegap berkaos hitam mendahuluinya dengan tumpukan buku itu. Dilihat dari belakang, penampilannya dari ujung kepala hingga ujung sepatu bootnya, Aruna sudah bisa pastikan kalau itu adalah sosok yang ia rindukan selama beberapa hari belakangan.
"Misi-misi," ucap Elang saat melewati kerumunan.
"Sini buku-bukunya. Aku bisa sendiri, kok. Nggak usah sok pahlawan, deh," sergah Aruna mencoba meraih buku-buku tadi dari tangan Elang.
Sekarang keduanya berjalan bersisian, tetapi karena langkah Elang yang panjang sesuai porsi tubuhnya, maka Aruna harus mempercepat langkah agar mereka bisa sejajar. Elang hanya menengok ke samping. Menatap lawan bicaranya sebentar, lalu melanjutkan langkah sambil menuruni tangga menuju basement. Aruna tersenyum melihat Elang yang tidak merespon. Akhirnya suasana hatinya kembali damai. Mungkin setelah bertemu laki-laki yang menurutnya sok keren itu.
Mereka berdua tenggelam dalam sunyi saat petugas fotokopi sedang memproses fotokopiannya. Hanya suara mesin fotokopi yang terdengar meramaikan suasana. Elang entah kenapa sedang irit bicara sekarang. Tatapannya kosong melihat jejeran mesin fotokopi di sana.
Aruna yang melihat itu sedikit penasaran. "Apa Elang sedang sakit gigi, ya?" tebaknya dalam hati.
Mereka terus larut dalam keadaan tanpa berbicara seperti itu hingga bunyi bip terdengar dari mesin fotokopi. Petugasnya sibuk merapikan hasil fotokopian di atas meja panjang yang membatasi tempatnya dengan tempat duduk Elang dan Aruna. Setelah membayar dan mengambil struk yang ditandatangani petugas, Aruna mengambil tumpukan buku yang disusun dengan hasil fotokopiannya. Sekarang susunannya semakin tinggi. Gadis itu terlihat kerepotan sebab susunannya yang hampir mencapai dagu.
KAMU SEDANG MEMBACA
O ANTAGONISTÌS (TERBIT)
Mystery / ThrillerDiterbitkan oleh Penerbit Grass Media (Tersedia di TBO & Gramedia) *** Elang, Emillio Elang Nugroho, mahasiswa semester sepuluh dengan segudang teka-tekinya. Sejak ayahnya meninggal ia selalu diteror oleh orang-orang yang sama sekali tidak ia kenal...