4. Diari Aruna

18.5K 4.1K 143
                                    

(Revisi setelah end)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Revisi setelah end)

[Aruna, kamu di mana sih? Bentar lagi Bu Hamida masuk. Kamu 'kan yang presentasi hari ini?] Begitu bunyi pesan dari Ira.

Aruna hanya membacanya. Dengan penuh gelisah ia cepat-cepat turun dari angkot tepat di depan kampus. Tergesa memasuki area kampus, melewati gedung beberapa fakultas. Hingga tibalah dia di lingkungan FAI-Fakultas Agama Islam. Gegas Aruna naik menuju lantai dua, kelasnya yang paling pojok.

"Akhirnya sampai juga." Aruna menarik napas lega. Bagian atas jilbabnya basah karena keringat.

"Kok bisa telat?" tanya Ira yang sibuk mengipasi Aruna dengan bukunya.

"Aku ketiduran setelah salat subuh," jawab Aruna. Kemudian sibuk mencari makalah yang akan ia presentasekan hari ini di dalam backpack-nya.

"Bu Hamida datang, tuh." Cepat-cepat Ira memperbaiki posisi duduk.

"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un." Aruna menepuk pelan jidatnya. Dengan gerakan cepat ia buka halaman demi halaman dari makalah itu untuk me-refresh lagi apa yang akan ia presentasikan hari ini.

***

"Hari yang melelahkan," ucap Aruna saat ia dan Ira sedang menikmati makan siang di kantin kampus. Seporsi bakso urat adalah sasaran dari kekesalannya tentang hari ini yang begitu banyak drama. Semua disebabkan oleh kelalaianya tidur setelah salat subuh.

"Nggak apa-apa, Na. Presentasi kamu tadi bagus, kok. Bu Hamidah aja yang standarnya ketinggian," hibur Ira. Berbeda dengan Aruna, Ira lebih memilih mi ayam untuk jadi pengganjal perutnya siang ini.

"Ya tapi menurut aku, emang tadi akunya aja yang kurang maksimal," sesal Aruna sekali lagi.

"Lagi pada ngobrol apa, sih?" Janu datang dari arah belakang. Hari ini dia mengenakan kemeja kotak-kotak hitam putih dengan bagian lengan yang digulung sampai siku.

"Bukan apa-apa, kok. Ini nih, ngomongin presentasi Aruna tadi," jawab Ira.

"Oh, gitu. Gue boleh gabung, nggak?" tanya Janu.

"Silakan! Gabung aja." Lagi-lagi Ira yang menjawab. Aruna masih diam seribu bahasa mengingat potongan-potongan adegan dalam setengah hari ini.

"Mbak, es teh manis satu ya!" ucap Janu kepada pelayan kantin dengan jari telunjuk diangkat ke atas. "Jadi gimana tadi presentasinya Aruna?" Janu mencoba mencairkan kebekuan Aruna.

"Ya gitu," jawab Aruna singkat.

"Oh, gitu. Anggap aja itu pelajaran. Ambil pelajaran dari pengalaman baik atau buruk," ucap Janu, mencoba memahami ekspresi Aruna.

"Iya, bener tuh Na kata Janu." Ira turut menyemangati.

Setelah seporsi baksonya tandas, Aruna meraih backpack. Ekspresinya berubah. Diperiksanya semua bagian dari tas itu, mencari sesuatu. Raut wajahnya mulai panik.

O ANTAGONISTÌS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang