14. Almahabbatul Uula Laa Tunsa Fiihaa

8.9K 2.3K 160
                                    

(Revisi setelah end)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Revisi setelah end)

Satu pekan telah berlalu sejak terakhir Aruna bertemu dengan Elang. Hari di mana laki-laki itu memberi Aruna tawaran untuk jadi pacarnya. Sejak hari itu, Elang tidak lagi muncul.

Bangku taman tempat Aruna duduk pertama kali saat memasuki kampus ini telah jadi tempat favoritnya. Seperti sekarang, ia sedang duduk di sana. Sendiri ditemani pulpen dan diary baru.

Ini kali ke dua ia menuliskan judul tulisan pada halaman diary dengan judul 'Elang Emillio Nugroho'. Perbedaan keduanya adalah embel-embel 'Ketua RT Fakultas Tehnik' di belakang nama itu, dan itu yang sedang ditulisnya sekarang.

"Aneh sekali itu orang. Hilang bawa-bawa diary aku lagi. Apa sih gunanya diary itu buat dia," pikir Aruna. "Dia beneran suka aku nggak, ya? Astagfirullahalazim, Aruna. Nggak-nggak. Aku nggak boleh punya pikiran kayak gitu."

Aruna kembali melanjutkan tulisannya. Sambil menulis, ia menimbang-nimbang perasannya. Entah apa yang sedang ia cemaskan. Diary-nya yang tak kembali kah atau alasan kenapa Elang yang tidak mengganggunya lagi?

Kalaupun laki-laki itu tidak mengganggunya lagi, tetapi paling tidak Aruna ingin sekali melihat sosok Elang di kampus ini. "Apa jangan-jangan dia cuti? Atau jangan-jangan dia sakit? Atau jangan-jangan ...." Tiba-tiba perasaan khawatir itu timbul. "Nggak-nggak. Aruna hilangkan pikiran kamu tentang si Elang-Elang itu," ucapnya lagi pada diri sendiri.

"Pagi, Aruna."

Sontak gadis itu balik badan, melihat ke sumber suara. Setelah mengetahui siapa yang menyapanya, Aruna kembali lesu. Ternyata bukan seseorang yang diharapkannya.

"Pagi juga, Kak."

"Rajin bener. Pagi-pagi gini udah di kampus."

"Hehe. Kakak juga rajin. Buktinya juga ada di sini." Jawaban Aruna terdengar kurang bersemangat.

Entah kenapa sejak Janu menerima tawaran untuk menjadi pacar pura-pura Aruna, Janu justru terlihat sangat menikmati dan menghayati perannya itu. Setiap pagi dia pasti mendatangi Aruna terlebih dahulu baru ke kelasnya. Begitu juga jika selesai kuliah.

"Ira belum datang?" Laki-laki itu melanjutkan basa-basi.

"Belum, Kak. Katanya dia absen hari ini. Mau nemenin ibunya cuci darah."

"Oh, gitu. Ibunya udah lama banget sakit-sakitan. Aku tau itu sejak SMA."

"Iya. Semoga ibu Ira cepet sembuh ya, Kak."

"Amin."

"Kak, aku ke kelas dulu ya. Mau ngulang pelajaran bentar, sebelum dosen masuk."

"Oh iya-iya. Silakan!"

Aruna pun meninggalkan Janu yang sekarang duduk di tempatnya duduk tadi. Pikiran soal Elang ternyata belum beralih dari kepalanya.

"Eh, Aruna! Pulang kuliah gue anterin, ya."

O ANTAGONISTÌS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang