9. Cerita SMA Ira

13.1K 3.1K 97
                                    

(Revisi setelah end)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Revisi setelah end)

"Mana sih si Janu? Nggak menghargai undangan banget, sih," keluh Ira.

Hari ini adalah hari ulang tahun Ira. Meskipun hanya merayakan dengan acara kecil-kecilan berupa traktiran di kantin kampus, ia tak lupa membagi kebahagiaanya itu kepada dua orang yang sangat spesial dalam hidupnya setelah keluarga, yaitu Aruna dan Janu.

"Sabar aja dulu, Ra. Mungkin bentar lagi dateng." Aruna dan Ira telah duduk di kantin sejak satu jam yang lalu. Mereka belum memesan makan siang karena Janu belum datang.

"Udah sejam gini, mana bisa sabar aku. Itu namanya nggak ngehargain undangan. Okelah dia orang kaya yang bisa makan di restoran mewah, tapi 'kan setidaknya hargai undangan aku juga. Atau paling tidak kalau nggak minat harusnya nolak sejak awal, biar aku nggak berharap gini."

"Iya-iya, Ra. Aku juga tau. Aku paham. Tapi mau gimana lagi. Kita coba pengertian aja ke dia. Kamu juga ngerti 'kan kalau dia banyak urusan," ucap Aruna sambil mengusap-usap pundak Ira yang tersungut-sungut kesal.

Beberapa menit setelahnya datang notif pesan dari Janu, yang berupa permohonan maaf sebab tidak bisa memenuhi undangan Ira. Dengan alasan ada urusan mendadak menyangkut BEM yang harus ia selesaikan. Wajah Ira semakin kesal membaca pesan itu.

"Tuh 'kan. Kebiasaan banget. Nanti kita udah nunggu hampir sejam baru dia ngabarin nggak jadi. 'Kan kalau emang nggak jadi bilang dari awal biar kita bisa pesan makan dari tadi." Ira masih terus berceloteh dengan kaki yang disentak-sentakan di lantai. "Ayo pesen makan, Na. Padahal harusnya hari ini aku bahagia kok jadi kesel gini, sih." Ira mengusap-usap dadanya sendri. "Sabar, Ra. Sabar."

"Nah gitu dong, itu baru namanya Ira sahabat aku."

Mereka berdua pun memesan makanan. Setelah makanan tersedia di atas meja, Ira kembali membuka pembicaraan. "Eh Na, mau nggak aku certain sesuatu. Hmm ... lebih tepatnya sebuah rahasia besar, hehe."

"Rahasia apa?" tanya Aruna penasaran.

"Jadi gini." Ira memperbaiki posisi duduknya, pandangannya menerawang ke arah taman yang ada di tengah-tengah kampus.

***

Flash back

Ira sedang duduk di depan meja belajar. Matanya terus menatap foto yang dipeganginya. Bibirnya tak lupa terus mengedarkan senyuman. Sesekali ia mengelus-elus foto itu. Foto seorang pemuda jangkung yang memakai kostum basket hijau SMA Bina Raya.

"Giman sih biar kamu tau perasaan aku?" besitnya.

"Kak ... obat ibu disimpen di mana?" tanya Andi, adik Ira yang masih kelas satu SMP.

"Oh di situ, di dekat lemari," jawab Ira dari dalam kamar. Setelah keluar dari pesantren, ia sekarang lebih fokus merawat ibunya yang sedang sakit dibantu oleh adiknya, Andi.

O ANTAGONISTÌS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang