(Revisi setelah end)
Usai memarkirkan mobilnya dengan cantik tepat di depan kos Elang, Brian tampak membantu laki-laki berambut ikal itu menurunkan belanjaan. Mereka baru saja selesai berbelanja dari toko olahraga. Setelah kejadian kemarin yang mana sedikit didapatinya bocoran bahwa keluarganya dalam bahaya, Elang berambisi untuk lebih giat menjaga stamina.
Karena itulah ia membutuhkan beberapa alat untuk berlatih. Di antaranya samsak, barbell, dan tali skeeping. Semua itu dibeli menggunakan uang tabungan, juga kasbon dari Brian-bos sekaligus sahabatnya yang berbaik hati setelah Elang menceritakan semua yang dialaminya kemarin di taman kota.
"Pokoknya gue harus tetap stand bye. Kalau ada apa-apa gue udah siap," jelas Elang penuh optimis.
Tangannya bergerak menggantung samsak di bagian tengah ruangan kamar kos. Elang tidak peduli betapa rusak pemandangan dengan adanya samsak berwarna merah ini di tengah-tengahnya. Ruang kos multi fungsi. Sebagai kamar, dapur, sekaligus ruang olahraga. Sangat sempurna.
"Tetap kabari gue kalau lo butuh bantuan. Gue heran, kenapa lo menolak melaporkan semua ini ke pihak berwajib?" ujar Brian.
"Siap. Ke mana lagi sih gue minta bantuan kalau bukan ke lo. Lo emang sahabat ter-the best gue lah. Hm ... soal polisi, gue rasa belum saatnya, deh. Tapi meski gue nggak laporin mereka, mereka udah masuk ke DPO kok, buktinya ya seperti apa yang gue ceritain ke lo itu. Sampai-sampai mereka nyamar jadi tukang balon dan masyarakat biasa."
Brian hanya mengangguk sebagai tanda paham. Setelah samsak tergantung rapi, Elang menghantamkan beberapa kali pukulan ke samsak itu dengan tangan kosong sebagai uji coba. Dia sudah bertekad untuk kembali menjaga rutin latihannya.
"Eh, besok gue nggak kuliah, ya. Setelah ini lo fotoin memar di wajah gue, biar ketua tingkat kita percaya kalau gue lagi sakit. Bilang aja kalau Elang babak belur dikeroyok preman kota," ucapnya lagi.
"Lo mau ngapain emang?"
"Gue mau melakukan sesuatu. Berkaitan dengan teror di tengah keluarga gue ini. Dalam keadaan begini gue ngerasa kayak nggak nyaman kuliah. Pikiran gue terbagi."
"Pikiran lo terbagi? Oh, syukurlah kalau temen gue yang satu nih masih punya pikiran, haha," canda Brian.
"Bukan hanya absen kuliah. Gue juga izin absen kerja ya, Bos," sambung Elang tanpa menanggapi candaan Brian. Kedua alisnya naik-turun menatap laki-laki itu.
"Hm, gini nih resiko kalau karyawan temen sendiri."
"Bisa, ya? Penting banget nih soalnya. Demi keselamatan keluarga gue."
"Iya deh, iya."
***
Aruna menengok kiri-kanan, melihat sekitar. Berharap ada sosok Elang di antara banyaknya mahasiswa yang melintas di hadapannya. Ia duduk sendiri tidak jauh dari perbatasan area Fakultas Teknik dan Manejemen Bisnis, tempat pertama kali Aruna bertemu dengan Elang.
Sejak diary lamanya ia pegang, Elang tidak pernah lagi mendatangi Aruna. Sekadar ia melihat sosok itu saja di kampus ini, sudah tidak pernah lagi. Memang benar kata orang, bahwa sesuatu yang berharga baru akan terasa ketika sudah tak lagi ada. Itu sama persis seperti yang sedang dirasakan Aruna sekarang
Cukup lama Aruna duduk. Mengenang momen-momen saat Elang menjailinya. Tampak seperti orang yang tengah merindu, meski hal itu tidak diakuinya ketika berbicara dengan Ira beberapa waktu di kelas tadi.
"Hei!" teriak Aruna begitu seorang pemuda berambut agak keriting dengan kaus hitam melintas di hadapannya. "Anak Teknik, ya?" tebaknya saat telah mendekat dengan laki-laki itu. Yang ditanya mengangguk.
"Kamu teman Elang, 'kan?" tanya Aruna lagi, begitu yakin kalau laki-laki ini yang bersama Elang di kafe waktu itu.
Lagi-lagi Brian hanya mengangguk. Dari penampilan Aruna yang ia cocokkan dengan cerita-cerita Elang sebelumnya, dapat ditariknya kesimpulan bahwa ini lah si kelinci helder yang dikatakan Elang.
"Liat Elang, nggak? Kok nggak pernah kelihatan beberapa hari ini?"
Brian merogoh kantong celana, mengeluarkan handphone dan men-scroll, mencari sesuatu. "Nih, coba lihat."
"Astagfirullahal adzim. Elang kenapa?" ucap Aruna. Tangannya menutup mulut, jelas kaget dengan apa yang baru saja dilihatnya.
"Ya gitu. Taulah kerasnya ibu kota. Elang dipalak preman tapi melawan. Begitulah jadinya," jawab Brian asal.
"Jadi, Elang nggak kuliah?"
"Iya."
"Bisa minta alamatnya? Aku mau ke sana jenguk dia. Aku merasa bersalah cuekin dia waktu itu, mau minta maaf juga."
Setelah memberikan informasi mengenai alamat kos Elang, Brian pamit sebab ada kelas beberapa menit lagi. Baru saja laki-laki itu hilang dari pandangan Aruna, tiba-tiba Janu datang dengan senyum penuh tanda tanya.
"Pagi, Aruna," sapa Janu. Senyumnya semakin mengembang begitu jarak mereka semakin dekat.
"Pagi juga, Kak. Ada apa ya, Kak? Kok senyum-senyum gitu?"
"Bilang mau, ya." Aruna menatap bingung. "Gue mau ngajak lo nonton pertandingan gue ntar sore. Jam empat di lapangan basket kampus. Semangat gue bertambah kalau ada penyemangat yang nonton. Buktinya, waktu itu tim kita menang karena lo ada di sana." Senyum Janu belum juga memudar.
"Hm, itu sih kayaknya kebetulan aja, Kak. Sebenarnya aku pengen nonton pertandingan itu, tapi ...." Aruna diam sejenak, menggit bibir bawahnya sendiri. "Tapi aku ada urusan penting nanti sore, Kak. Maaf."
"Urusannya penting banget, ya?" Senyum yang tadi lebar tampak mengendur.
"Iya, Kak. Maaf sekali lagi."
"Ya sudah, nggak apa-apa. Gue ke kelas dulu." Tanpa menunggu jawaban, Janu langsung balik badan dan meninggalkan Aruna yang merasa bersalah.
Namun, mau bagaimana lagi? Bagi Aruna sekarang rasa khawatir terhadap keadaan Elang jauh lebih penting dari rasa penasarannya terhadap pertandingan yang ditawarkan Janu.
***
AUTHOR MOHON MAAF YA PUBLISHNYA LAMA. PASTI KALIAN UDAH PADA NUNGGU. HEHE MAAF YA. KEMARIN ITU AUTHOR PUNYA KESIBUKAN DI DUNIA NYATA SEHINGGA GAK SEMPAT BUAT PUBLISH CERITA.
TERIMA KASIH SEKALI LAGI BUAT KALIAN YANG TETAP SETIA MENUNGGU.
❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
O ANTAGONISTÌS (TERBIT)
Mystery / ThrillerDiterbitkan oleh Penerbit Grass Media (Tersedia di TBO & Gramedia) *** Elang, Emillio Elang Nugroho, mahasiswa semester sepuluh dengan segudang teka-tekinya. Sejak ayahnya meninggal ia selalu diteror oleh orang-orang yang sama sekali tidak ia kenal...