23. Diari Aruna Kembali

6.9K 2K 16
                                    

(Revisi setelah end)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Revisi setelah end)

Sejak bertemu adiknya di apartemen tadi, Elang sudah merasa ada yang memperhatikan mereka. Dia merasa sedang di mata-matai. Tidak seperti biasa, yang mengejarnya sekarang bukan orang-orang dengan penampilan preman. Yang sedang mengejarnya sekarang tiga-tiganya mengenakan jas hitam dengan dalaman kemeja putih. Dengan penampilan yang seperti itu, mereka terlihat seperti para bodyguard. Sesuatu yang bentuknya mirip earphone di telinga mereka mampu memperkuat pendapat Elang jika orang itu adalah para bodyguard.

"Atau jangan-jangan mereka agen rahasia, ya?"

Langkah Elang semakin cepat. Dia tidak peduli dengan hujan yang mengguyur. Semakin cepat langkahnya, orang-orang tadi juga justru semakin cepat. Elang akhirnya memutuskan melewati jalan-jalan kecil dan sepi yang lampunya hanya remang-remang. Sengaja ingin mengecoh mereka agar dia bisa kabur.

Sekali lagi menengok ke belakang. Ternyata yang mengikutinya sekarang tinggal satu orang. Yang dua entah ke mana. Elang bodoh amat, yang penting dia bisa lolos. Elang mengira-ngira umur pria yang mengikutinya sekarang hanya berbeda dua atau tiga tahun darinya. Hanya saja tubuhnya terlihat lebih berisi, mungkin karena latihan yang rutin.

"Sial!" keluh Elang.

Ternyata dua laki-laki yang tadi memutar arah. Sekarang mereka ada di hadapan Elang, dan laki-laki yang hampir seumuran dengannya kini sudah semakin dekat. Elang terjebak. Dilihatnya ke sekitar, tidak ada sama sekali jalan keluar. Ukuran jalan ini hanya sekitar satu meter. Sisi kiri-kanannya dihimpit tembok yang cukup tinggi.

"Mau kemana, hah?!" bentak pria di belakangnya.

Elang balik badan, lebih memilih melawan pria yang ini. Kuda-kuda dipasangnya, tetapi otaknya berputar mencari cara untuk lolos dengan aman tanpa sebuah pertarungan. Elang maju secepat yang dia bisa. Mengarahkan pukulan yang cukup bertenaga. Namun, dengan mudahnya pukulan itu ditangkis. Pria itu memuntir tangan Elang ke belakang. Setelah itu menghantamkan tubuh Elang ke tembok di samping kanan mereka.

Elang meringis kesakitan. Dadanya yang bidang menghantam tembok dengan keras. Pipi kanannya tertempel di dinding. Elang meronta, tetapi pria tadi sangat kuat menahan tangannya. Padahal dia menahan hanya dengan tangan kiri. Tangan kanannya digunakan untuk mencengkeram kepala Elang.

"Kalian siapa?" tanya Elang dengan susah payah.

"Sikat aja, Bos!" komentar satu dari dua orang yang menghadang dari depan tadi. Sekarang mereka berdiri mengawasi sekitar, memastikan tidak ada yang melihat situasi ini.

"Kemampuan lo ternyata segitu doang?" sindir pria yang menahan Elang. Pelan-pelan ia lepaskan cengkraman dari kepala Elang, lantas merogoh saku dan mengeluarkan sebuah pisau lipat yang langsung diarahkan ke wajah Elang.

"Setelah lo mati. Ibu dan adik lo akan jadi target kami selanjutnya." Pria itu semakin menekankan pisaunya, sehingga terbentuk goresan kecil di pipi Elang. Darah mengalir dari situ.

Mendengar adik dan ibunyaa yang disebut sebagai target, Elang seakan mendapat kekuatan tambahan. Ia mencoba meronta untuk ke sekian kalinya. Menendang ke belakang, dan itu sangat tepat mengenai sasaran.

Pria itu kaget, cengkeramannya mengendur. Elang tidak mau menyiakan-nyiakan momen ini. Dalam waktu beberapa detik keadaan sudah terbalik. Pria tadi sekarang yang dihantamkan Elang ke tembok sebelahnya lagi. Dicengkeramnya cukup kuat dan mencoba meraih pisau lipat yang jatuh di tanah.

Dua orang yang sedang mengawasi tadi langsung bergerak maju, tetapi pisau lebih dulu diambil oleh Elang. "Maju atau bos kalian mati!" ancamnya. Sekarang pisau ia arahkan ke jantung orang yang mereka panggil bos itu. Serta merta dua orang tadi pun mundur.

"Apa motif kalian memburu keluarga gue?"

"Bagi kami lebih baik mati dari pada membocorkan rahasia kelompok," balas pria yang ditahan Elang dengan sombongnya.

Elang sebenarnya tidak berniat untuk membunuh. Hanya mengancam sekaligus ingin mencari tahu motif mereka. Pelan-pelan ia mengambil posisi mundur sambil menyeret pria yang ia tahan . Elang menjauh dari dua orang berjas yang lain. Setelah jarak dipastikan sudah aman ia menendang maju tubuh yang ditahannya dan langsung berlari kencang meninggalkan mereka. Jika dia membunuh satu saja dari mereka pasti urusannya akan semakin panjang. Paling parahnya keluarganya semakin terancam.

***

Seperti biasa dalam waktu luang, pagi ini Aruna sedang duduk sendiri di bangku panjang taman. Menulis pengalamannya dengan Ira semalam. Semuanya detail ia ceritakan dalam diary. Mulai dari persiapan bolak-baliknya di depan cermin, hingga gagalnya perjalanan karena macet dan hujan lebat. Namun, setelah itu mereka bisa bernapas lega, ternyata Kak Janu tidak tersinggung dengan ketidakhadiran keduanya pada acara makan malam itu.

Aruna menghentikan sejenak kegiatannya. Elang lagi-lagi datang secara tiba-tiba. Langsung duduk di bangku yang sama dengannya. Jarak mereka hanya beberapa senti. Otomatis Aruna tidak nyaman dan hendak berdiri.

"Tunggu! Sebentar doang, kok."

Mau tidak mau Aruna duduk lagi, tetapi dengan posisi bergeser lebih ke ujung bangku. Menjaga jarak dari Elang yang sekarang pipi kanannya dihiasi handsaplast.

Di ujung yang lain Elang mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Ini, gue kembaliin diary lo," ucapnya dingin, tidak seperti biasa.

Aruna pelan-pelan mengambil diary lamanya yang disodorkan Elang. Di dalam hatinya bertanya-tanya, Elang kenapa bisa kalem seperti ini? "I ... iya. Makasih, Lang."

"Tenang, gue nggak minta imbalan, kok. Soal tawaran gue waktu itu lupain aja." Aruna semakin heran. "Dan gue juga minta maaf, mungkin selama ini lo merasa terganggu karena gue." Elang bangkit dari duduknya lalu melangkah hendak pergi.

"Eh, Lang. Apa yang semalam itu kamu? Yang hujan-hujanan maksudnya."

"Bukan," jawab Elang tanpa menengok.

Kemudian, dia berjalan lagi. Elang sudah bisa pastikan kalau Aruna melihatnya semalam. Dalam hatinya berharap semoga gadis itu tidak berpikir macam-macam.

"Oh, gitu. Berarti kayaknya aku yang salah orang. Maaf."

***

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT.
RAHASIA DEMI RAHASIA MULAI TERKUAK.
APA SAAT INI KALIAN SUDAH BISA MENEBAK APA MOTIF DARI TEROR YANG DIALAMI ELANG? BAHKAN SEKARANG ADIK IBUNYA JUGA IKUT TERANCAM.
TUNGGU PART SELANJUTNYA YA. AKAN PUBLISH SEGERA.
❤❤❤

O ANTAGONISTÌS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang