28. Tangis Pilu

6.7K 1.9K 34
                                    

(Revisi setelah end)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Revisi setelah end)

Tahun-tahun berlalu sejak kepergian ibunya. Sekarang Elang kelas dua SMA. Meskipun jatuh bangun, ia tetap berusaha melanjutkan studi. Sekarang Elang dan ayahnya tidak lagi tinggal di rumah kontrakan. Setelah menunggak beberapa bulan, akhirnya mereka resmi diusir pemilik rumah. Ayah dan anak itu pun pindah, menyewa sebuah kamar kos yang ukurannya jauh lebih kecil dari kamar Elang sebelumya.

Alasan kepergian sang Ibu hingga kini Elang tidak tahu pasti. Dia hanya mengira-ngira, sebab sang Ayah juga tidak pernah sama sekali mengungkit tentang kepergian istrinya itu. Ketika Elang menceritakan kronologis perginya ibunya, ayahnya hanya ber'oh' lantas kembali menghisap rokok tanpa berkomentar sama sekali.

Malam ini, Elang sengaja menunggu ayahnya pulang. Besok dia libur sekolah. Semenjak pindah di sini, Elang tidak lagi bekerja di bengkel. Sekarang dia beralih profesi menjadi buruh kasar di pasar.

Rencananya besok dia tidak mau dulu turun di pasar. Berharap sang Ayah mau menerima tawarannya untuk membantu di tempat ayahnya bekerja. Selain tujuan membantu, Elang juga penasaran dengan pekerjaan apa yang sebenarnya dikerjakan oleh ayahnya. Hendrick-ayahnya-sangat pendiam dan tertutup. Elang sangat segan jika harus bertanya langsung kepada sang Ayah perihal pekerjaannya.

Setelah lama menunggu, gagang pintu pun bergerak. Sang Ayah muncul dari sana. "Kok belum tidur?" tanyanya datar.

"Belum ngantuk, Yah."

Hendrick membuka jaket kulit yang dikenakannya. Mengeluarkan rokok dari dalam kantong. Mengambil satu batang dan mulai menghisapnya. Asbak burung hantu sudah siap di hadapannya. Sekarang mereka duduk bersampingan.

Kamar kos ini sangat kecil. Tidak ada perabotan di dalamnya, kecuali sebuah karpet lusuh dan satu rak pakaian kecil yang berisi pakaian Elang juga ayahnya.

"Yah, Elang mau minta sesuatu," ucap Elang saat yakin ayahnya telah duduk nyaman menikmati rokoknya.

Elang tidak berani menatap wajah ayahnya. Baru kali ini dia meminta sesuatu. Sebelum-sebelumnya hanya menerima jika diberi. Jika tidak, maka dia akan berusaha sendiri agar bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Berbeda dengan kali ini, sebab bukan materi, melainkan sesuatu yang hanya bisa ia dapat melalui jalur meminta.

"Ayah nggak punya uang!" jawab Hendrick ketus sembari mengepulkan asap rokok sembarang.

"Bukan uang, Yah. Elang mau minta izin. Elang mau bantu-bantu di tempat Ayah kerja. Bisa 'kan, Yah?"

Hendrick, ayah Elang menatap tajam. "Nggak boleh!"

"I-iya, Yah. Ma-maaf."

Meski belum mengantuk, Elang langsung balik badan. Mengambil posisi berbaring, mengahadapkan tubuhnya ke dinding, membelakangi sang Ayah yang sedang merokok. Dia sangat takut membuat ayahnya marah.

***

Keesokan harinya Elang bangun terlambat. Ia bangkit dan melihat sekitar. Benar saja, sang Ayah telah berangkat kerja.

O ANTAGONISTÌS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang