21. Pagi-Pagi Evaluasi

16.9K 3.4K 1.8K
                                    


Ini masih pagi sekali, tapi Baskara sudah bingung sendiri mau apa. Memang, pemuda itu pulang larut sekali tadi malam— ah tadi pagi, jam dua, tepatnya. Baskara semalam memang tidak ikut membimbing Ale Cs, begitupun Renata. Tentu saja, hal itu membuat Radhika dan Hema curiga karena tadi malam menemukan foto Baskara di dalam diktat milik Renata. Keduanya memang sengaja tidak menanyakannya pada Renata maupun Baskara, apalagi Arjuna. Biar, nanti saja.

"Gue kalu mau minta eval pagi ini, anak-anak KKN pada bisa nggak, ya?" tanya Baskara.

Raden yang juga sudah bangun dan sedang rebahan di atas matras lengkap dengan sarung yang tadi dipakainya untuk shalat Shubuh langsung melek, walaupun masih malas.

"Pak Bulan mau kesini. Kita belum evaluasi proker sama sekali!"

Hema yang panik langsung berlari, mengambil pengeras suara di ruang tengah dan membawanya ke kamar, saking paniknya.

"Asem! Ini gue ngapain bawa toa ke kamar!" Hema menyesal, harusnya biar Baskara yang jalan sendiri.

"Bas cepetan, deh, lo bangunin anak cewek," saran Adimas.

Baskara langsung menolak. "Lah, kenapa gue? Nggak."

"Coba suruh Rena, deh, dia biasanya udah bangun," ucap Baskara.

"Pagi-pagi udah suruh ngadepin Nyi Blorong, nggak dulu," tolak Hema.

Baskara mengambil alih pengeras suara dari tangan Hema dan langsung keluar dari kamar.

"Tes! Check, satu, dua, tiga!"

"Semuanya! Bangun sekarang juga, kita eval!" seru Baskara di depan kamar anggota perempuan.

Rui yang peka dengan suara-suara kecil langsung membuka pintu untuk keluar dari kamar meski dengan mata yang masih mengantuk dan menyipit. "Apa, sih? Pagi-pagi udah ribut," tegurnya.

"Eh, calon ibu dari anak-anakku udah bangun."

Bukan Baskara, tapi Hema yang mengeluarkan omong kosongnya, di pagi buta begini.

"Evaluasi," singkat Baskara.

Rui langsung berdecak. "Kenapa nggak tadi malem? Kemana aja?" sindirnya dan berlalu menuju kamar mandi.

"Kormades nggak jelas," gumam Rui, yang masih bisa di dengar Baskara.

Bima dengan rambut acak-acakan mendengus. Pemuda itu langsung bangun dari posisinya, membawa laptopnya ke kamar untuk di charge. Matanya yang masih mengantuk memicing, mencari dimana space kosong yang bisa ditempati dalam ruangan sempit ini.

Satu-satunya space yang kosong hanyalah di samping Radhika yang shirtless.

"Ya Allah, harus banget ini gue tidur lagi di samping Si Krempeng?" gumamnya.

Benar sekali, tujuannya, selain untuk men-charge laptop, ia juga ingin tidur lagi saking lelahnya tadi malam karena sibuk menyelesaikan orderan desain dari client-nya, logo PKK juga karena Bu Lurah bilang, logo buatan Bima kurang menarik. Sabar.

Pandangannya teralih pada Raden. "Den, lo keluar, gih. Gue mau tidur situ," pintanya pada Raden yang asik main ponsel pagi-pagi.

Alis Raden bertaut, menatap Bima bimbang. "Nggak ikut eval, Bim? Nggak takut kena semprot Pak Korma?"

Bima hanya mengangguk. "Oh, gitu, ya?" ucapnya, berbalik arah lalu keluar dari kamar dan membuat Raden keheranan.

"Ayo, Bas. Evaluasi gue," ucapnya sembari melewati Baskara lalu mendudukan diri ke sofa dengan lesu, menyandarkan diri dan memejamkan mata.

Halo KKN ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang