14. Mas-Mas Ngeyelan

24.3K 4.4K 1.6K
                                    

TIDAK DIREVISI

Selain masih mengantuk, ada hal lain yang membuat Lia sungguh jengkel pagi ini. Anggota kelompok, khususnya laki-laki. Ini masih jam setengah tujuh pagi, dan indra penciumannya sudah meraba bau rokok. Ia berinisiatif keluar, ditemukannya Baskara, Adimas, Radhika, dan Raden yang tengah menikmati kopinya sambil merokok dan bermain gitar tentunya, padahal ini masih pagi, untung jarak rumah warga tidak terlalu dekat.

"Cowok kalau gak ngerokok gantengnya lahir batin sumpah," ucapnya diambang pintu sambil menutup hidungnya.

Radhika berdecak, "Bacot lo, kalau modelannya kayak Jefri Nichol tapi ngerokok lo pasti juga doyan. Intinya muka, kan? Mau ngerokok mau enggak, kalau dia cakep lo juga mau-mau aja," balasnya sambil melirik Lia sekilas.

"Semua harus serba good looking, lah, bajingan emang."

Lia berkacak pinggang, "Lo lo lo semua kalau mau ngerokok itu tau tempat, dong! Kalau mau ngerokok itu jauh-jauh sana, jangan di teras! Ga kasian apa sama cewek-cewek kayak gue yang ga suka bau rokok?" sindirnya sambil melirik Adimas yang duduk disamping Baskara yang bahkan sama sekali tidak menggubris Lia.

"Udah sering gue liat yang beginian, bikin semangat cowok yang enggak ngerokok buat ngedeketin cewek kayak lo, eh ujungnya ternyata si cewek jadiannya sama cowok yang ngerokok juga. Lihat aja Baskara, dia sering ngedapetin cewek yang sebenernya ga suka cowok ngerokok tapi pas di deketin Baskara mau-mau aja, tuh. Percayalah, tampang dan financial jauh lebih berpengaruh dibanding rokok. Pokoknya jangan bacot, ya," peringat Radhika.

"Berbincang dengan bacot itu beda," sahut Gigi dari dalam posko.

Adimas meletakkan ponselnya, "Ngerokok ga ngerokok itu pilihan, kalau udah nyoba ngerokok dan jadi candu gimanapun coba lepas pasti susah. Asal kita ga ngerokok dekat lo aja, kan? Lagian kita juga ngerokok di depan, ga di dalem posko," ucapnya menyebulkan asap ke udara dan melirik Lia sekilas.

"Riset membuktikan, orang bodoh cenderung ngeyel, kalau ketemu orang ngerokok gak mau dinasehatin buat matiin atau berhenti ngerokok dan masih ngeyel, langsung ludahin aja orangnya," sungut Gigi sambil menaikkan satu alisnya.

"Yang penting gue tau dimana harus ngerokok ya, Gi. Gue ga pernah ngerokok sambil bawa motor, ngerokok depan orang yang udah sepuh, depan anak-anak, depan ibu hamil apalagi, gue juga tau aturan dimana gue harus ngerokok," sanggahnya melakukan pembelaan.

"Daripada lu semua debat soal rokok, mending rokoknya lu telen aja, biar selesai perdebatan kalian," celetuk Arjuna yang baru keluar dari posko dengan jaket KKNnya.

"Mau kemana lo, Jun? Pagi-pagi dah rapi amat," tanya Adimas ketika melihat Arjuna yang sepertinya bersiap pergi membawa helem dan jaket.

Arjuna meletakkan helemnya di lantai, sambil memakai jaketnya, pemuda itu menjawab. "Cari tong sampah buat prokernya Bima," singkat Arjuna.

"Berarti mau pakai tong sampah yang kecil kayak gitu? Atau ember, gitu?" tanya Baskara.

Arjuna mengangguk, "Iya yang kayak gitu ntar di taruh di depan rumah warga."

Mematikan rokoknya, Radhika seperti ingin menanggapi apa yang Arjuna katakan,"Tapi, Jun, apa kalau pakai tong sampah kayak gitu efektif? Gini, maksud gue, ini kan di kawasan desa, ya, yakali mau pakai tempat sampah kayak gitu kalau ada yang melihara kambing ditaruh di depan rumah apa ntar gak ditendang sama kambingnya? Sederhananya, kayaknya kurang pas aja gitu kalau pakai tong sampah buat orang desa," urainya.

Arjuna mengendikkan bahu,"Mana gue tau? Gue kan Arjuna, bukan Bima," kilahnya.

"Iya juga sih, Jun, bener katanya Dhika. Kalau menurut gue nih, ya, kenapa kita nggak beli buis beton aja yang bulat itu buat tempat sampah? Itu setau gue murah juga, sih. Satunya yang ukuran 20 x 100cm itu cuma sekitar 64ribuan. Cukup efektif juga, misalnya kalau mau bakar sampah ya bisa langsung disitu, tapi cuma buat sampah plastik, kalau penuh juga harus dibersihin, paling nggak sisa bakarannya bisa di buang," imbuh Adimas.

Halo KKN ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang