Lantunan sebuah lagu tidak asing ketika menyelinap masuk ke telinga milik Radhika yang baru saja selesai mandi setelah kegiatan senam tadi pagi. Ia mengerutkan kening, mencoba mengingat ini lagu milik siapa.
"Ini siapa siang-siang udah nyetel peradaban, anjir!" omelnya, padahal juga menikmati.
Melangkahkan kakinya menuju ruang tengah, ia melihat Adimas yang sedang duduk di sofa sembari menghadap laptop dengan mukanya yang masih muka bantal.
"Karena peradaban berputar abadi. Kebal luka bakar tusuk atau caci maki. Beberapa orang menghakimi lagi," gumam Adimas sambil megangguk-angguk mengikuti lirik lagu yang ia putar lewat sound milik Bima.
Radhika menghampiri Adimas dan duduk di sisi sofa yang lain. "Keras juga, selera musik lo."
Adimas melirik pada Radhika sekilas lalu kembali pada layar laptopnya. "Yoi, sob. Baskara Putra mah, lagunya khatam di telinga gue semua."
"Wih, tinggi juga selera musik lo. Lo suka musik indie juga?"
"Suka."
"Berarti suka bikin sajak, dong?" tanya Radhika sambil memakan kacang kulit yang ada di toples meja.
"Nggak."
"Kok bisa?"
Mengernyitkan kening, Adimas jelas heran dengan maksud pemuda ini. "Kenapa interpersonate anak musik indie jadi malah yang puisi-puisian? Itu meragain anak musik indie apa meragain pujangga lama balai pustaka?"
Radhika tertawa mendengar jawaban dari Adimas yang menurutnya memang masuk akal, sih.
"Zaman sekarang, indie sering disalah artiin, Dhik. Padahal, indie kan bukan genre tapi gerakan mandiri dari musisi mulai dari rekaman sampai publishing. Udah salah kaprah, kebanyakan orang sekarang nganggep indie itu genre, parahnya malah dianggep style. Kopi dikit, indie, senja dikit indie, semesta dikit, indie," lanjut Adimas lalu menggeleng berulang.
"Aneh emang orang-orang."
Radhika cuma tertawa mendengar keluhan Adimas tadi. Ia menengok pada pintu ketika ada Gigi yang masih memakai helem bersama dengan satu kantong plastik berisi di tangan kirinya.
"Jangan nanya isinya apaan," celetuk Gigi ketika mendapati Radhika yang tengah melihat kantong di tangannya.
"Dih, siapa juga yang mau nanya," balas Radhika cuek.
"Bagus kalau gitu. Mending lo diem," ucapnya lalu berjalan ke dapur untuk meletakkan kresek tersebut.
"Dia aneh nggak, sih?" tanya Radhika pada Adimas.
Adimas yang masih fokus dengan laptopnya hanya menyahut. "Aneh gimana? Lo suka kali sama dia."
"Naluri buaya," sambung Radhika.
Setelah menaruh belanjaanya untuk masak soto nanti siang di dapur, Gigi langsung masuk ke kamar dan kembali dengan laptop ditangannya lalu mendudukkan diri di sofa.
"Mas Jefri tadi ikut senam, katanya ntar mau kesini. Kita mau masak soto. Bantuin masak lo berdua, nyuci ayam." kata Gigi.
Baik Adimas maupun Radhika tidak peduli dengan ucapan Gigi. Pemuda dengan handuk di kepala dan senyum jahilnya langsung menengok pada Gigi lalu tersenyum jahil.
"Eh lupa. Dari tadi pagi sampai selesai senam, Radhika Ahmad belum nyapa Nagita Slai'Olai."
"Pagi, Sayang. Yang nggak sayang, nggak pagi," sapanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo KKN ✔ [SUDAH TERBIT]
Acak[SUDAH TERBIT DI PENERBIT LOVRINZ] CERITA MASIH LENGKAP Asam manis kisah lima belas mahasiswa KKN yang tinggal di posko KKN. Dalam kurun waktu 45 hari, apakah mereka mampu menyelesaikan semua program kerja yang telah direncanakan? ft. 00line ©2O2O...