47. Surat Kecil Darimu

7K 630 289
                                    

ini MASUK NOTIF GAK GUYS???




Pentas seni dan pengajian sudah dilaksanakan semalam. Semua berjalan lancar, seperti rencana yang mereka sepakati tentang 'menitipkan' sedikit pentas seni dari anak-anak ke acara karena itu masuk ke program kerja mereka. Semalam, acara mulai pukul setengah delapan dibuka dengan penampilan Ale CS dengan kostum menarik menarikan tari kreasi yang diajarkan Renata dan Gigi.

Agenda pagi ini adalah perpisahan dengan anak-anak di SD, yang memang sudah diatur setelah upacara tanggal 17 setiap bulan, jadi para siswa masih ada di halaman.

Awalnya, Arjuna masih menyuruh Danila untuk jangan ke posko dulu, biar menemani Ibunya. Tentu, Danila menolak, bagaimanapun, ikut acara perpisahan adalah hal yang paling penting—karena Danila esok tidak akan bertemu lagi dengan mereka.

"Siapa dah yang ngide ke SD jalan kaki. Rematik kaki gue," keluh Hema.

Memang, Baskara yang meminta mereka datang ke SD dengan berjalan kaki entah apa motifnya. Mungkin, Baskara ingin sekadar bertegur sapa dengan warga—untuk yang terakhir kali. Lagipula, jarak dari posko ke SD tidak terlalu jauh.

"Kayaknya ngajar bakal jadi pengalaman paling berharga buat gue," gumam Adimas. "Gue yang teknik bantu ngajar baru tau, ternyata sesulit itu jadi guru."

Di sepanjang perjalanan ke SD, mereka juga sempat bertemu warga dan bertegur sapa. Bagi mereka, rasanya berat sekali jika harus berpisah. Ketika Karin ingin mengunggah video rekaman terakhirnya di desa, aplikasi tiktoknya malah ngadat.

"Gini nih, kalau semua aplikasi di hp gue versi lite," keluhnya.

"Tiktok lite juga?" tanya Sherly yang diangguki Karin.

"Nyawa lo lite juga nggak?"

Karin kesal dengan pertanyaan itu, ia memukul bahu Hema—ya, mungkin juga ini yang terakhir kali, namun ada satu hal yang ingin Karin komentari dari Hema.

"Tadi pas masih di posko rambutnya dikuncir kenapa sekarang malah lo lepas? Kayak cewek tau," protesnya.

Hema menggeleng. "Ya emang gue kan polwan."

"Warga aja sering ngira gue cewek, padahal dada gue rata."

Jika diingat-ingat, dari awal mereka bertemu di tim KKN, selalu saja rambut Hema yang jadi tersangka dan serba salah di mata mereka.

"Biarpun gondrong yang penting mah halal. Rajin salat, rajin ibadah," sombong Hema. "Yang penting gue tetep sadar kalau ntar bakal lapuk dimakan tanah dan rambut gue nggak jadi masalah."

"Masyaallah." Zahra menggeleng dengan kagum. "Tapi muka lo cocoknya jadi tukang nyolong sandal, Hem."

"Sorry, ya, Zahra tapi gue ini kembarannya Oemar Daniel."

Bagaimanapun, teguran yang diberikan teman-temannya itu juga demi kebaikan. Pemuda itu lantas mengambil karet pecel yang ada di pergelangan tangannya untuk menguncir rambut.

"Udah, nih. Mirip Yuni Shara, belum?"

Tak lama setelahnya, mereka sudah sampai di pagar SD. Betapa terkejutnya, anak-anak di sana langsung lari memeluk mereka dan menangis karena tidak ingin berpisah. Mungkin anak-anak sudah tahu dari guru, jika mahasiswa KKN datang ke sana untuk perpisahan.

"Mas, jangan pulang, dong? Nanti kita di sini sama siapa?"

"Tinggal di sini aja, Kak. Jangan pulang," pinta beberapa anak.

Respons yang diberikan anak-anak di SD sungguh di luar dugaan. Anak-anak di sana menangis, bahkan ada yang bergelendotan di kaki.

Kini, mereka semua duduk di lapangan, masih dengan tangisnya, apalagi ketika Baskara memberi sambutan di depan.

Halo KKN ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang