44. Debat Lagi

10.5K 1.8K 589
                                    

Haloooo, kangen gak??
Maaf baru sempet update huhu.
Semoga kalian sehat sehat selalu❤


Suasana malam ini, di sekitar posko agak runyam. Ini semua karena satu hal yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya, yaitu kehadiran sarang lebah yang begitu besar di belakang rumah tetangga yang tak jauh dari posko KKN.

Posko KKN gelap malam ini, lampu tidak mereka nyalakan sama sekali karena jika dinyalakan, maka lebah-lebah itu akan tertarik untuk datang ke posko, menuju sumber cahaya.

Evakuasi sarang tawon tidak dilakukan oleh warga seorang, tentu saja dengan bantuan Damkar. Sebenarnya, mereka semua ingin membantu, tapi apalah daya, mereka takut disengat lebah. Jadi, yang datang untuk membantu di sana hanya beberapa anak saja, yang lain di posko dengan lilin dan flash light dari ponsel.

"Damkar gercep banget, ya. Ditelfon nggak sampai lama langsung dateng," kata Zahra. "Coba besok-besok gue nelfon mereka ah, buat nemenin gue ngobrol gitu. Biar kelihatan nggak jomlo."

"Kasihan. Zahra pasti dulu ngantongin tanah kuburan, makanya hidupnya kesepian mulu," cemooh Adimas.

"Inget kata Mbak Najwa, berlian itu susah didapatkan. Makanya gue susah didapetin."

"Widih, jomblo sedang berusaha menghibur diri," ledek Hema.

Dengan cepat, Zahra langsung menimpuk bahu Hema dengan penggaris di tangannya. "Diem lo. Lo bisa dapet pacar itu palingan juga pake pelet."

Tiba-tiba, Zahra yang tadi berjarak agak jauh dari teman-temannya merapatkan jarak. "Hem, tu rambut lo mending jangan digondrong lagi, deh. Takutnya nggak bisa ngebedain mana demit, dan mana Hema."

"Anjir lo, Zahra!" umpat Hema.

"Tapi serius, lo tu gara-gara rambut gondrong kayak gitu jadi bahan gosip. Katanya warga lo kayak orang yang nggak keurus. Lagian tu rambut gondrong nggak ada gunanya, kalau nggak nyopet, Hem."

"Maaf nih ya, Hem. Gue setuju sama Zahra," imbuh Lia. "Pertama ketemu lo pas kumpul pertama dulu, lo malah kayak bapak-bapak anak tiga gara-gara rambut gondrong itu."

"Ya terus gimana? Gue harus ngegundul rambut gitu? Ntar malah dikira napi kabur."

Kurang setuju jika Hema memangkas habis rambutnya, Adimas lantas ikut memberi saran. "Jangan sih, Hem. Mending itu panjangin terus aja rambut lo. Abis itu lo belajar make up sama Karin, dah tu nge-prank atau nge-trap di sosmed, siapa tau lo dapet cowok-cowok ganteng."

"Sulit dimengerti. Semoga harimu selalu suram."

"Rambut panjang malah mirip anak senja, yang kalau maghriban ada di pohon beringin tuh," sahut Renata.

"Lo semua kayaknya benci banget sama gue itu kenapa, sih?" tanya Hema. "KKN udah mau kelar, masih aja pada bully gue."

"Karena lo layak dibenci, Hem."

Kalimat yang terucap dari mulut Zahra membuat Hema langsung memberikan pelototan mata.

"Jujur gue punya rambut gondrong juga lama-lama sedih, sih. Tapi sayang banget kalau dipotong, manjanginnya lama. Gue pernah iseng main di perpus FEB, eh ada tulisan, mahasiswa berambut gondrong dilarang masuk ke perpustakaan. Anjir, emang kenapa sih Fakultas lo gitu, Den?" tanya Hema.

"Takutnya orang gondrong bawa kutu, Hem. Ntar jadi kutu buku," kata Lia.

"Mungkin aja nggak gitu, sih. Mungkin dari pihak perpustakaannya takut kalau lo nyelundupin buku di antara rambut gondrong lo, Hem," tambah Raden.

Halo KKN ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang