46. Apa Yang Kita Rasakan

6.1K 773 402
                                    

HALO-HALOOOOO,

APA KABAR SEMUA BESTIKU???MASIH ADA YG INGET CERITA INI EGK??KATA AKU TEH KALAU LUPA SAMA CASTNYA MENDING BAYANGIN AJA ITU MUKA TEMEN2 KALIAN, OKE SIP GAIS. JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN EAAAK MAACIW

Ada banyak hal yang membuat perempuan kesal dengan laki-laki, salah satunya adalah following di akun sosial medianya. Bukan tanpa alasan Gigi kesal, itu karena Zahra yang tiba-tiba menunjukkan akun instagram Radhika dengan following para gadis-gadis cantik yang entah lelaki itu mengenalnya atau tidak.

"Lo kesel nggak, sih, Gi? Kalau punya cowok modelan Radhika kayak gitu isinya following cewek semua."

Nagita melirik Zahra, dengan santai ia menjawab. "Bagus, deh. Ketauan genitnya."

"Emang semua cowok tu bangsat, Gi. Makanya lo jangan mau tu sama Si Radhika. Ntar juga paling ditinggalin," kata Zahra.

Hema yang saat ini ikut membantu mereka mengerjakan tugas ikut menyahut dengan kesal, "Eeee Zahra mulut cabe, nggak semua cowok kayak yang lo bilang. Kalau bangsat ya cuma cowok lo aja jangan lo samain ke cowok lain. Dasar cewek kalau ngomong bangsat padahal dia juga lebih bangsat."

"Lah? Lo kalau bela dia berarti sama aja, dong! Mentang-mentang dia temen lo terus lo belain dia gitu sama sifatnya yang kayak gitu? Lo membenarkan perselingkuhan?"

"Kalau masih pacaran itu namanya bukan selingkuh tapi seleksi," bantah Hema. "Urutannya tu, koleksi, seleksi, abis itu resepsi."

"Idih, najis. Amit-amit ntar kalau gue punya cowok kayak gitu," protes Zahra meletakkan bolpoinnya lalu menutup buku. "Emang bener nih kayak gue jadi cewek mandiri aja, urusan cinta menye-menye belakangan siapa tau ntar jodoh gue dateng dapet cowok kaya yang nggak suka lihat sana-sini, tapi gue harus lebih kaya, sih. Inget, cowok kaya itu bonus, jadi cewek mandiri dan banyak duit itu harus."

Hema mendesis, selain Renata, baru kali ini ia menemui perempuan menyebalkan lainnya, yaitu Zahra. Lelaki itu menggelengkan kepala lalu mencibir. "Makanya lo kalau nggak mau diselingkuhin, Ra, pacaran aja sama mayat. Nyawa aja nggak punya, apalagi selingkuhan."

Tak habis pikir dengan segala ucapan Hema, Zahra menggelengkan kepala. "Bas, Bas, orang gila dari sekte mana yang lo rekrut jadi tim KKN."

Walaupun posko cukup sepi pagi ini karena bisa dikatakan seluruh proker sudah terealisasi, tinggal beberapa, jadi ada mahasiswa yang mengambil inisiatif untuk mengurus urusan di kampus atau sekadar healing tipis-tipis keluyuran entah ke mana seperti Sherly. Lia pulang ke kosnya karena ada urusan, Sherly ke kampus untuk menemui dosen pembimbing terkait pengajuan judul skripsi, serta Renata, Raden, dan Karin yang pergi ke dusun sebelah untuk berkumpul dengan kelompok KKN yang lain. Perlu diingat, kata sepi itu hanyalah tanda kutip jika masih ada Hema, Adimas, dan Radhika yang setia di posko. Jika diurutkan, nomor satu adalah Hema karena pemuda itu sangat berisik, bahkan lebih berisik dari anggota perempuan. Tidak ada hal di sana yang bisa membuatnya diam walau sejenak.

Celotehan mereka tidak akan lengkap, jika tiada makanan yang menemani. Pas sekali, Si Kaya Bima dan ajudan nomor duanya, Adimas sudah pulang dari Indongaret membawa 2 plastik berisi makanan ringan dengan kadar micin di atas rata-rata. Sejak awal pertama mereka KKN, memang Bima lah yang lebih sering jajan ke Indongaret untuk teman-temannya.

"Eh iya, Rui ke mana kok dari tadi pagi gue nggak lihat?" tanya Bima yang baru duduk.

"Pergi sama Baskara ke kampus ambil duit dari LPPM," kata Hema. "Ini kalau gue jadi Rui mah mending milih lo kata gue, Bim, daripada Baskara. Udah miskin, bisanya cuma ngabisin duit."

Halo KKN ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang