Adam melangkahkan kakinya keluar dari pekarangan rumah elit di salah satu kawasan ibu kota itu. Ia baru saja selesai mengajar les privat.
Langkahnya berderap menelusuri jalanan yang terlihat sudah mulai sepi. Cukup aneh, karena sekarang masih jam dua belas malam, mengingat Jakarta sering dikatakan kota yang tak pernah tidur.
Omong-omong Adam baru bisa pulang jam segitu karena Awan—murid privatnya—mengajak bermain pes dulu selagi menunggu orang tuanya pulang. Tak tega, maka Adam pun setuju, sampai akhirnya ia sadar sudah hampir tengah malam dan memutuskan untuk pamit begitu orang tua Awan pulang.
Adam mengeluarkan ponselnya sambil tetap berjalan. Bermaksud hendak memesan ojek karena motornya lagi di bengkel setelah kemarin ia tak sengaja menabrak kencang salah satu polisi tidur, untuk menghindari telat masuk kelas.
Selagi membiarkan ponselnya mencari driver, pundaknya tiba-tiba terasa berat. Adam mengerutkan kening. Sekilas ia dapat melirik sebuah tangan yang tau-tau sudah melingkari separuh pundaknya.
"Hai! Sorry ya nungguin lama!"
Adam menoleh. Pandangannya semakin bingung manakala melihat gadis yang mungkin seumuran dengannya, tampak santai berkata demikian.
"Siapa?" balas Adam.
Salwa tidak menjawab. Namun rangkulannya semakin erat. Begitupun dengan senyumannya yang terukir aneh.
Merasa tak nyaman. Adam menghentikan langkahnya. Membuat Salwa juga turut berhenti. Gadis itu mencoba menarik Adam untuk terus berjalan namun percuma karena tenaganya tentu tidak seimbang.
"Lo mau apa?" tanya Adam. Kali ini lebih terdengar tak ramah.
Sekian tahun hidup di kota metropolitan, Adam terbiasa untuk menaruh curiga pada orang asing. Apalagi semakin lama modus-modus penculikan atau kejahatan sering kali tak jelas ragamnya.
Sadar jika Adam enggan melanjutkan langkahnya lagi, Salwa terpaksa memajukan wajahnya ke sisi samping Adam. Berbisik di telinga lelaki itu,
"Maaf, ada yang ngikutin saya. Tolong, bersikap seolah kita kenal."
Adam lantas memundurkan badan sedikit untuk melirik ke belakangnya. Dan benar. Ada laki-laki berpakaian hitam yang dari tadi berdiri di belakang sana sambil memainkan ponsel. Sesekali kepalanya terangkat, seolah mengawasi Adam dan gadis itu.
Percaya. Adam beralih menyelipkan tangannya ke pinggang Salwa. Lalu kembali berjalan.
"Rumah lo dimana?"
"H-hah? Agak di depan itu..." sahut Salwa mendadak gugup, "Maaf lagi, tapi ini tangannya harus banget ya disitu?"
"Kan tangan lo udah dipundak gue. Kalo gue ngikut naro tangan ke pundak lo juga, lo pasti harus jinjit."
Benar juga. Salwa pun mangut-mangut mengerti. Sekon berikutnya mereka benar-benar berjalan menyusuri jalan itu sambil sesekali Adam melirik orang yang mengikuti mereka lewat ekor matanya.
"Itu gang ke kosan saya."
Adam mengangguk. Dan keduanya pun berbelok masuk ke gang itu.
"Kayaknya udah gak diikutin lagi deh." kata Salwa, "Gapapa dari sini saya jalan sendiri aja. Tuh kosan saya udah keliatan kok."
"Kalau gitu lanjut aja. Nanggung juga."
Salwa tidak bisa menolak lagi. Sampai akhirnya mereka tiba di depan pagar kosan itu.
"Makasih ya, Mas."
Adam mengangguk, "Lain kali jangan keluar malem-malem sendirian. Bahaya."
"Iya, ini karena kelaperan trus kepengen beli snack jadi bela-belain keluar. Gak pake motor soalnya nanggung kan deket." jelas Salwa, "Oh ya masnya juga tadi sendirian di jalan malem-malem, abis dari mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Re-Hello
FanfictionKarena sejatinya, baik Adam maupun Salwa tidak sempat menduga jika pertemuan mereka akan berlanjut lebih dari sekali. written on: Feb 14, 2021 - June 24, 2021. ©RoxyRough