🍃 Fifth Accompt

2.8K 734 235
                                    

Padahal sebenarnya Salwa tidak perlu merasa sekhawatir itu. Karena yang bernama Adam di kampusnya, tentu tidak hanya satu orang. Lagipula Salwa juga tidak tahu siapa nama panjang Adam dan apakah Adam memang benar merupakan anak beasiswa di Fisip.

Meski demikian Salwa telah terlanjur overthinking. Niat membuka hati untuk lelaki itu segera menguap dalam hitungan sekon. Rasanya Salwa lebih baik memilih untuk stay single saja sementara ini.

Sayangnya, pertemuan kebetulan mereka masih berlanjut hingga kini. Membuat Salwa bertanya-tanya apa maksud Tuhan terus menerus mempertemukan ia dan Adam jika tidak untuk disatukan. Apakah ini adalah simulasi dari patah hatinya yang kedua kali? Salwa tidak mengerti.

Pun saat tatapannya tak sengaja bertemu dengan Adam di halte trans dekat daerah kosannya itu. Adam berdiri di sisi halte sembari menggendong sebuah gitar dibalik punggungnya. Terlihat seperti seorang pengamen. Pengamen yang ganteng.

Mencoba untuk tidak terlibat, Salwa buru-buru berjalan cepat melewati lelaki itu. Namun tentu sia-sia karena Adam secepat itu pula menyapanya.

"Awa."

Bahkan Salwa tidak sempat menebak bagaimana Adam bisa tahu panggilan khusus miliknya itu.

"Eh, Adam. Halo." balas Salwa kikuk.

"Kebetulan ya kita ketemu lagi." kata Adam, "abis dari minimarket?"

Salwa melirik kantung belanjanya lalu mengangguk kecil. Masih enggan mempertemukan manik dengan Adam.

"Lo kayaknya suka nyemil ya. Gue juga sih," gumam Adam, lagi.

"Ini buat nemenin nonton. Aku mau maraton drama korea buat ngabisin weekend."

Salwa langsung menutup mulutnya usai berkata demikian. Kenapa juga dia harus memberi tahu Adam tentang agendanya???

"Oh iya sekarang weekend. Gue hampir lupa. Gak ada bedanya sih buat gue."

Meski Salwa tidak mengerti maksud kalimat Adam. Lelaki itu sudah bergeser dari posisinya. Sekarang jadi berdiri sejajar dengan Salwa.

"Busnya mau datang. Pamit ya, Wa." kata Adam.

Namun, sebelum Adam benar-benar pergi. Salwa beralih menahan kemeja pemuda itu.

"Kamu mau kemana bawa-bawa gitar? Busking?"

"Enggak. Mau ngisi acara sekolah. Gue diundang sebagai alumni di sekolahnya Awan."

"Awan?"

"Itu, murid privat gue hehe. Rumahnya di blok k. Kali aja lo kenal?"

Salwa mengangguk antusias. Dia kenal, "Tau. Yang sepupunya Kak Jendra, kan?"

"Iya. Wah beneran kenal ya. Kebetulan dulu gue alumni di sekolah yang sama dengan mereka. Trus setelah lulus gue jadi tutornya Awan sampe sekarang."

"Keren." gumam Salwa.

Adam jadi tersenyum simpul. Bus yang akan ditumpanginya sudah tiba di tempat. Padahal Adam masih ingin berbicara lama dengan Salwa.

"Lo mau ikut ke sekolah gak? Liat gue perform?" tawar Adam randomly.

Bikin Salwa melebarkan sedikit matanya, "Tapi aku mau maraton drakor...."

"Oh iya juga, sorry, gue lupa." gelak Adam.

Melihat Salwa yang menunduk sungkan, Adam tambah tertawa gemas. Detik berikut, ia sudah menyodorkan ponsel miliknya ke depan Salwa.

"Can I get your number, maybe? I think we can be a good friend." 

Smooth. Salwa tahu ini adalah gelagat cowok yang lagi pendekatan. Tapi anehnya Salwa mau aja. Dengan natural gadis itu bersedia memberikan nomornya pada Adam. Literally setelah mengingat fakta bahwa ia belum juga tahu apakah Adam memang sudah pasti jomblo atau tidak.

[✔️] Re-HelloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang