Menepati janjinya pada Salwa, malam itu Adam mendatangi kosan si gadis sambil menenteng sebungkus martabak manis. Salwa sempat heran. Perasaan dia gak ada mesan.
"Anggep aja ucapan makasih, kan lo udah nyimpenin note gue," kata Adam.
Maka Salwa tidak punya alasan lagi selain menerima niat baik Adam. Kebetulan Salwa juga lapar.
"Makasih ya, Adam. Nih, note kamu." sahut Salwa sembari mengembalikan note milik si empu, "Kayanya note itu penting banget ya buat kamu?"
"Lo udah liat?"
"Enggak. Aku belum ada buka kok."
"Belum? Berarti, mau?"
"Enggak! Maksudnya enggak ada buka! Serius!"
Adam jadi tertawa pelan melihat reaksi panik Salwa. Alasan mengapa Adam senang menggoda Salwa, karena ekspresinya ketika bingung itu sangat menggemaskan bagi Adam.
"Iya iya, bercanda kok. Santai aja," gelak si lelaki, lalu membuka note-nya, "Ini gak terlalu penting sih. Isinya cuma schedule gue tiap hari."
Kepo lantaran Adam sudah membukanya, maka Salwa ikut melongokkan kepala. Mengintip isi note lelaki itu. Dan melihat betapa rapinya Adam menyusun jadwalnya dalam sehari. Sepertinya Adam adalah tipikal pria yang terorganisir.
"Rajin banget bikin jadwal per hari gini."
"Buat time management juga sih. Kalau gak dijadwalin gini susah aja ngebagi waktunya."
Salwa mangut-mangut. Jadwal harian Adam itu terdiri dari kalender lalu dibawahnya berisi keterangan apa yang harus dilakukan pada hari itu, lengkap dengan jamnya juga.
"Padet juga ya jadwal kamu. Ngajar les terus kuliah terus belajar terus ke studio—eh," pupil Salwa sedikit melebar membaca satu kalimat yang ada di agenda Adam, "Kamu bikin lagu?"
"Bukan, temen gue yang produserin. Gue cuma nyanyiin lagu bikinan dia."
Bibir Salwa membulat, lalu randomly ngomong, "Wow, tetep aja, keren."
Tak bisa menahan, senyuman Adam jadi tersungging seulas, "Sadar nggak sih, lo selalu ngomong keren ke gue? Gara-gara itu gue jadi merasa beneran keren kan."
Dan Salwa bahkan tidak mengelak candaan Adam tersebut,
"Ya bener kok. Kamu kan emang keren, Adam."
Seolah sepasang netranya yang berbinar itu meyakinkan Adam bahwa Salwa memang serius saat mengatakan kalimatnya. Seketika Adam teringat ucapan Ulin siang tadi, Salwa itu terlalu polos. Membuat Adam ingin melindunginya.
Detik berikut, lamunan singkat Adam buyar begitu Salwa tiba-tiba bersuara kembali. Ia sudah mengganti topik pembicaraan sembari menunjuk-nunjuk note sang pria.
"Btw, Adam, jadwal buat hari minggu besok belum kamu bikin ya? Masih kosong nih?"
Adam ikut memandang arah tunjuk Salwa, kemudian bergumam, "Baru mau gue bikin, tapi tergantung lo sih."
"Maksudnya?"
"Gue mau ngajakin lo nonton. Kalau lo mau berarti jadwal sehari itu adalah jalan sama Awa."
Lagi, melihat cara pendekatan Adam yang sangat natural itu, Salwa sempat ngeblank sejenak. Sebelum akhirnya membalas.
"Adam, kayanya kita lebih baik jangan terlalu dekat deh. Aku gak mau baper ke kamu. Apalagi kamu punya Aca."
Meskipun Salwa merupakan tipikal gadis polos namun dia termasuk yang terbuka dalam mengungkapkan apa yang sedang ia pikirkan. Itu juga yang membuat Adam semakin tertarik padanya.
"Kok Aca? Gue kan cuma temenan sama Aca."
"Iya, tau, tapi kamu udah deket banget ke Aca. Aku cuma gak pengen ada salah paham nantinya."
Dèjavu. Adam pernah mendengar template kalimat yang hampir sama seperti yang diucapkan Nabila kala itu. Dimana Adam mulai mempertanyakan, apa sebuah pertemanan antara cowok dan cewek benar-benar semasalah itu? Padahal hubungan Adam dan Aca murni hanya sebatas teman.
Akan tetapi Adam pun bingung untuk membalas perkataan Salwa. Dan belum sempat Adam berkata, suara seseorang terdengar menginterupsi.
"Ciye Salwaa, cowok baru nihh. Kalo ngapel di dalem dong masa didepan pagar gitu kek kurir jne."
Dari arah samping ada seorang gadis yang muncul. Mungkin dia adalah teman Salwa. Gadis itu berkata sembari menyelinap melewati satu sisi pintu pagar kosan yang terbuka. Berkat kalimatnya itu Salwa refleks mengelak.
"Cowok apaan sih?? Bukan!"
"Waduh ga dianggep cowok masa, jadi lo cewek ya, mas?!" sambut si gadis.
Mengundang Salwa untuk melepas sendalnya, berniat menyambit gadis itu, sayangnya dia sudah lebih dulu berlari masuk ke dalam kos. Menyisakan Adam yang hanya tertawa kecil diposisinya.
"Sorry ya, Dam. Hm, kamu mau masuk aja gak? Biar lebih enak ngobrolnya?"
"Emang masih mau ngobrol?"
Salwa jadi kikuk, "Y-ya barangkali..."
Gemas. Adam lagi-lagi mengawali dengan tawa pelan sebelum lanjut berkata, "Enggak dulu deh, makasih ya tawarannya. Tapi gue harus ngajar sekarang."
"Oh oke."
"Hm, terus soal ajakan gue yang tadi, kalau lo gak mau gapapa kok, Wa. Maaf ya bikin lo gak nyaman. Gue pamit dulu."
Jujur saja, setelah mendengar kalimat yang dilontarkan Salwa sebelumnya itu, Adam resmi patah arang. Tampaknya ini adalah takdir Adam untuk menjomblo lebih lama lagi. Ya sudahlah...
"Adam,"
Namun kenyataannya, yang namanya perempuan itu memang rumit. Karena setelah berkata dengan kesan seakan menolak, sekarang Salwa justru bilang,
"Aku mau kok pergi nonton sama kamu hari minggu besok."
Kan Adam jadi bingung, "Hah?"
"Nanti kita ketemu langsung di mall aja atau kamu mau jemput aku?"
"Jemput lah."
Salwa tersenyum tipis sebab Adam merespon pertanyaannya dalam hitungan detik, "Oke kalau gitu sampai jumpa besok, Adam! Dadah, hati-hati di jalan ya! Assalamualaikum!"
Adam bahkan belum membalas tapi Salwa sudah menutup pintu pagarnya dengan cepat. Sekilas Adam sempat melihat rona memerah di pipi si puan. Sial. Kan Adam tambah gemas sendiri.
"Bentar dah, jadi ini maksudnya gue ada kesempatan ngegebet dia apa enggak ya?" monolog Adam bingung.
—aku juga gatau dam :(
oya btw gaes buat kalian yang juga membaca cerita jendra sama arjuna dilapak sebelah, maap ya aku hold dulu, sebab cerita disana mengandung konten yang tidak ramah ramadhan wkwk sebagai gantinya jan bosen-bosen ya kalo aku cuma up cerita adam aja buat sementara ini 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Re-Hello
Hayran KurguKarena sejatinya, baik Adam maupun Salwa tidak sempat menduga jika pertemuan mereka akan berlanjut lebih dari sekali. written on: Feb 14, 2021 - June 24, 2021. ©RoxyRough