"Selamat datang di panti rehab!"
Rere berseru sedetik setelah Adam membuka pintu studio. Di sana sudah ada Yusuf juga. Adam tak begitu mengindahkan Rere dan memilih duduk di salah satu kursi. Memeriksa lirik dari track terbaru Rere yang akan ia nyanyikan.
"Lo abis berantem sama siapa, Dam?" tanya Yusuf.
"Dihajar sih kayanya." sambung Rere.
Malas memperpanjang asumsi, Adam lantas menceritakan saja tentang kejadian hari itu. Dimana dia menerima karma instan atas perbuatannya. Tentu saja Yusuf dan Rere langsung merespon dengan gelengan kepala. Heran bagaimana seorang seperti Adam bisa melakukan hal bodoh begitu.
"Punya temen nggak ada yang bener. Nama lo berdua aja beuh alim kek nama Nabi, tapi kelakuan kaya setan."
Adam tidak menyanggah kalimat Rere karena toh benar. Jika semua orang akan bertopeng dalam kata khilaf setelah berbuat salah, Adam memilih tidak melakukannya. Tidak ada pengecualian untuk sebuah dosa. Adam tahu itu.
Pun meski Adam sudah menjelaskan bahwa dia tidak ngapa-ngapain sama Salwa malam itu, namun ceramah dari Yusuf dan Rere tetap Adam dengarkan dengan seksama.
Sampai kemudian fokus pembicaraan mengalir pada Yusuf. Adam mencoba membuat Yusuf menceritakan masalahnya, namun lelaki itu terkesan enggan. Hingga ujungnya, dia malah menyelamatkan diri dengan berdalih ingin mandi.
Menyisakan Rere dan Adam di ruangan berukuran sedang itu. Rere menarik sheet music di tangan Adam lalu menggantinya dengan sheet baru.
"Ganti track deh. Setelah mengamati lo berdua, gue kepikiran buat bikin lagu bertema 'Bad Boy'. Mantep gak? Genre-nya, ballad asoy."
"Gue keluar." tutup Adam, lalu berdiri.
Rere tertawa puas sembari meminta maaf. Dia hanya bercanda. Namun, tepat pada saat itu pula ponsel Adam kebetulan berbunyi. Ada video call dari ayahnya. Adam bergegas pamit keluar pada Rere untuk menjawab panggilan sang ayah.
"Assalamu'alaikum, Yah." sapa Adam. Diseberang sang ayah terlihat tersenyum sambil melambaikan tangan.
"Wa'alaikumsalam. Eh, Long? Nape muka miko tuh? Keos sangat."
Along itu panggilan kesayangan anak laki-laki di Melayu. Sering kali ayahnya memanggil Adam dengan sebutan itu. Dan tadi beliau bertanya mengapa wajah Adam babak belur.
"Saya ikut les boxing, Yah hehe. Bukan apa-apa kok." Adam terpaksa berbohong, "Ngomong-ngomong Ayah lagi dimana? Kaya kenal tempatnya?"
"Kos kau lah ni."
"Hah?!" Adam refleks melebarkan netranya terkejut, "Kok nggak bilang mau dateng? Kan bisa saya jemput."
"Ah tak payah, Nak. Tadinya Ayah juga tak ada rencana mau ke Jakarta, tapi Bunda kau tu ribut. Suruh mampir tengok kau katanya. Ya sudah pulang dari Jogja lah Ayah baru kesini."
"Ayah ngapain di Jogja?"
"Ada lah, bisnis."
"Terus Ayah tau alamat kosan saya dari siapa? Aca?"
"Iyaa."
Adam sejujurnya masih ingin mengulik info tentang ayahnya namun dengan cepat beliau hentikan.
"Sudah. Baik kau pulang sini, Long. Dapat hal kita bicara banyak kelak. Ayah tunggu ye. Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalam..."
Adam menutup panggilan video itu dengan helaan napas berat. Entah mengapa di kala ia ingin sendirian saja, situasi seolah tak mengijinkannya. Sejujurnya Adam sudah menyiapkan diri untuk dimarahi Ayahnya nanti. Toh, bagaimana pun sang Ayah yang paling tahu bahwa Adam tidak akan bisa berbohong lebih lama pada beliau.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Re-Hello
FanficKarena sejatinya, baik Adam maupun Salwa tidak sempat menduga jika pertemuan mereka akan berlanjut lebih dari sekali. written on: Feb 14, 2021 - June 24, 2021. ©RoxyRough