VOYAGE; 4.3

176 22 5
                                    

[Hai! Selamat membaca update terbaru cerita ini lagi :) Untuk kalian yang udah ikuti untuk baca duluan, chapter 6 full sudah aku up di Karyakarsa freelancerauthor. Happy reading semuanya.]

Nusa tahu dia sudah terlalu lama menyembunyikan Nora. Meski tahu Daniyara sudah pasti menyuruh orang untuk mengawasi, Nusa tahu dia tetap harus membawa Nora kembali ke Jakarta. Semua kebutuhan Nora ada di sana. Semua fasilitas terapi juga lebih terjamin di Jakarta. Jangan sampai Nora mengalami kemunduran di kondisi fisiknya. Semakin banyak keluar uang dan siap melakukan usaha apa saja, maka kondisi Nora juga akan membaik. 

Terkadang semua itu menjadi dua belah mata pisau bagi Nusa. Kemajuan kondisi fisik Nora adalah sebuah cara agar segalanya lebih baik. Namun, di sisi lain jika Nora mengalami kemajuan, maka akan ada kemajuan ingatan juga, kan? Satu sisi Nusa mau Nora cepat sembuh, di sisi lain Nusa takut jika dia mendapati sikap memusuhi dari perempuan itu. 

"Kita beneran mau balik ke Jakarta, Sa?"

Ada ketakutan yang Nora tunjukkan dari caranya bertanya pada Nusa. Itu karena ingatan Nora yang stuck pada kejadian di mana ayahnya membuat ulah. Nora pasti cemas jika harus kembali tinggal sendiri dan merasa terancam jika sewaktu-waktu ayahnya kembali dan bisa keluar menerobos penjara. Ketakutan seperti itu membuat Nora tidak tenang, dan sudah tugas Nusa untuk membuat perempuannya merasa tenang kembali. 

"Jangan khawatir gitu, Ra. Kamu bakalan tinggal di rumah sama mama. Jangan balik ke rumah itu, karena nggak ada kenangan yang baik di sana." Lebih tepatnya rumah itu memang udah dijual dan kamu nggak bisa tinggal di sana. 

"Tinggal sama Tante Dani? Nggak mungkin ... nggak bisa gitu, Sa!" 

Nusa sudah menduga akan ada penolakan semacam ini yang akan Nora lakukan. Nora memang keras kepala untuk satu waktu, tapi tidak sulit sama sekali untuk dibujuk oleh Nusa. Tidak ada hal yang sulit untuk Nusa lakukan kepada Nora saat ini. Nusa tidak bisa menjamin itu disaat Nora mengingat segalanya. Jangankan hubungan romantis mereka, tampaknya bahkan persahabatan mereka juga kacau dengan segala kejadian yang mereka alami. 

"Kenapa nggak mungkin? Kamu lebih aman tinggal sama mama. Lagi pula, mama nggak melarang atau keberatan. Kamu bahkan bangun di rumah sakit dengan mamaku yang selalu memastikan kamu baik-baik aja, kan? Mama sayang sama kamu, Ra. Mama udah menganggap kamu bagian dari keluarganya."

Keraguan masih tercetak jelas di wajah Nora, tidak mudah memang untuk tinggal bersama orang yang dalam ingatannya tidak sedekat itu. Padahal, tadinya Nora sudah begitu dekat dengan Daniyara. Kasih sayang dan perhatian yang Daniyara berikan pada Nora yang saat itu tengah hamil sungguh luar biasa. Bahkan pasca kehilangan cucunya, Daniyara tetap memperlakukan Nora dengan baik. Cenderung melindungi Nora karena takut jika Nusa melukai perempuan sebatang kara itu lagi. 

"Nora, kamu diterima di keluargaku. Jangan berpikir buruk dengan respon keluargaku. Kita pulang ke Jakarta, tinggal di rumah orangtuaku, mendapatkan perawatan yang memadai dan nutrisi yang cukup. Karena mama adalah orang yang luar biasa soal ngurusin hal semacam itu. Atau ..." 

Nora menatap pria yang sudah menarik perhatiannya itu. "Atau apa?" taya perempuan itu.

"Atau kamu bisa tinggal di rumah pribadiku. Aku bisa nyewa suster untuk menjaga kamu, memastikann asupan makanan kamu terjaga. Kamu nggak perlu merasa nggak enak atau sungkan sama mama. Kamu mau begitu aja?"

Dengan kata lain tinggal bersama selayaknya pasangan modern yang sekarang makin menjamur. Tinggal satu rumah tanpa ikatan resmi, berlagak seperti orang luar negeri yang mewajarkan hal semacam itu. Nusa tahu dirinya dan Nora memang tidak sebaik itu, mereka nyatanya melakukan banyak hal diluar norma. Namun, rasanya pasti lebih tak etis melakukan semua itu. 

"Atau kamu mau menggunakan pilihan lainnya?" tawar Nusa. 

"Kenapa kamu punya banyak pilihan, sih, Sa? Aku aja belum kepikiran satu pun." Nora mengeluh, tapi ujungnya tetap meminta Nusa menjelaskan pilihan lainnya. 

"Pilihan lainnya, kamu bisa menikah dengan aku. Tinggal di rumahku. Aku urusin segala sesuatunya bukan sebagai hutang, tapi sebagai tanggung jawabku sebagai seorang suami kepada istrinya."

Sekali lagi Nusa mencoba peruntungannya untuk bisa memastikan Nora mau memberikan keputusan sesuai yang pria itu inginkan. Pernikahan adalah jalan satu-satunya yang Nusa pikir bisa memperbaiki segalanya. Pernikahan adalah salah satu pilihan yang Nusa rasa mampu mengurangi rasa bersalah dan menyesal yang pria itu punya. 

"Aku nggak sedang memaksa kamu, Ra. Aku memang sudah lama ingin hidup bahagia bersama kamu sebagai pasangan menikah. Aku ingin menjadi suami kamu, pasangan yang bisa kamu andalkan. Aku ingin menjadi pria yang ada di hidup kamu lebih dari sahabat. Aku akan tetap menunggu apa pun hasilnya. Aku menunggu kamu bersedia menjadi istri dan ibu dari anak-anakku."

Itu sebuah penawaran yang luar biasa. Harusnya Nora mau menjaawab iya, tapi Nusa masih tidak mau berharap banyak. Melihat Nora yang terdiam terlalu lama, Nusa memilih untuk kembali ke aktivitas sebelumnya; menyiapkan kepulangan mereka ke Jakarta. 

"Aku ... mau," ucap Nora menghentikan Nusa. 

"Kamu mau pilihan yang mana?"

Nora menyembunyikan rona memerah di pipinya ketika menjawab, "Yang ketiga."

Nusa begitu senang mendengarnya. Rupanya memang tidak sulit untuk membuat Nora mengubah pendiriannya jika Nusa mau terus menerus berusaha mendesaknya. Sekarang, Nusa harus menyiapkan banyak hal untuk bisa menjadikan Nora istrinya. 

Voyage#2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang