Seokjin membuka kedua matanya, napasnya memburu disertai peluh yang membasahi keningnya. Seokjin bangun dengan tergesa, langsung melirik sekelilingnya dengan panik. Dinding dengan walpaper putih gading, meja rias disebelah ujung kanan, meja kerja disamping kiri ranjang, dan ruang wadrobenya yang tak pernah terkunci, persis di samping toilet kamar. Ini kamarnya, ini apartemennya. Seokjin lantas beranjak dari ranjangnya, sempat meraih jubah tidurnya sebentar lalu berjalan keluar kamar sebentar. Seokjin langsung melihat pantry ketika membuka pintu kamar, disebelah kiri ada ruang tengah, dan disebelahnya lagi ada ruang baca. Seokjin kembali melangkahkan kakinya menuju ruang baca, dan melirik balkon yang tidak tertutup oleh tirai. Seokjin bisa melihat cahaya matahari disana, mungkin ini sudah pagi? Atau siang?
Seokjin berjalan mendekati balkon, membuka pintu slide kaca itu dan melangkah keluar. Tidak salah lagi. Ini memang apartemennya. Pemandangan ini, suasana ini, gedung-gedung tinggi yang selalu dilihat Seokjin ketika malam sehabis pulang kerja. Bahkan dimalam Seokjin membuka undangan pernikahan Namjoon untuk pertama kali, Seokjin menangis di balkon ini. Seokjin tersenyum miris, jadi dia benar-benar telah kembali sekarang? Setelah bersusah payah mendapatkan Namjoon di masa lalu, kini Seokjin harus kembali ke masa depan yang sangat menyakitkan ini. Tapi ini adalah pilihan Seokjin bukan? Mau tidak mau Seokjin harus menerima segala resikonya. Seokjin tak hanya melakukan ini semua untuk Namjoon, namun Seokjin menyadari satu hal yang penting yaitu kebahagiaan Namjoon. Seokjin ingin melihat Namjoon bahagia, karna Seokjin sadar bahwa kebahagiaan Namjoon adalah kebahagiaannya juga.
Seokjin memejamkan mata dengan erat, berusaha menahan air mata yang sejak tadi sudah tergenang disudut matanya. Tidak boleh, Seokjin tak boleh menyesali apapun. Ini semua demi Namjoon, Seokjin tak boleh egois. Dering ponsel Seokjin kembali mengembalikan kesadarannya setelah melamun cukup lama. Entahlah, mungkin 10 menit? 20 menit? Seokjin tak ingat lagi. Diraihnya ponsel itu dan dahinya sedikit berkerut ketika melihat nama Jungkook disana.
"Halo, Jungkook?"
"Ha-Halo? Eonni? Eonni dimana? Daritadi kuhubungi susah sekali!"
Terdengar suara berisik di seberang sana, dan suara Jungkook terdengar agak panik.
"Aku dirumah Jungkook, ada apa?"
"Eonni, cepat ke rumah sakit sekarang. Ini tentang Jaehwan oppa"
Jantung Seokjin berdebar ketika Jungkook menyebut nama Jaehwan, "Ada apa Jungkook? Apa yang terjadi dengan Ken?"
"Eonni kesini cepat! Aku menunggu! Cepatlah eonni!"
"Jungkook, jawab a-"
Panggilan terputus secara sepihak. Dengan tangan yang gemetar Seokjin berusaha menghubungi Jungkook kembali namun wanita cantik itu tak kunjung menjawab panggilannya. Sial, Seokjin tak seharusnya membuang waktu. Seokjin langsung mengambil kunci mobilnya, tak berpikir lagi untuk mengganti baju tidurnya dan segera pergi ke rumah sakit. Debaran jantung Seokjin masih tak stabil, dalam hatinya terus merapal doa agar Jaehwan baik-baik saja. Dia tak bisa kehilangan Jaehwan.
^_^
Seokjin berlari mengitari koridor rumah sakit yang agak ramai. Seokjin bahkan tidak peduli jika tubuhnya bertabrakan dengan orang lain yang ada di koridor, bibir manis itu hanya bisa berujar maaf tanpa melihat orang yang bersangkutan. Seokjin tak ada waktu, dia harus cepat ke ruangan yang Jungkook maksud. Seokjin menghela napas lega ketika berdiri di depan pintu ruangan bertuliskan 711, ruangan yang Jungkook maksud. Seokjin langsung membuka pintu itu dengan napas yang masih memburu, menatap Jaehwan yang sedang duduk di bangsal sambil diperiksa oleh dokter dan 2 orang suster. Seokjin baru saja ingin menghampiri Jaehwan, namun tiba-tiba saja lengannya ditarik oleh seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To The Past
FanfictionTentang Kim Namjoon, bintang genius kampus yang dibuat bingung dan dilema oleh sang Ms. Perfect Kim Seokjin yang mengejar dirinya. Namjoon tak tertarik bahkan menyukai Seokjin, karna sang primadona kampus itu bukan tipenya. Setidaknya itu tanggapan...