Butir XI. Kelegaan

1.7K 258 15
                                    

Catatan Begundal:

Hai! Maaf saya telat update selama satu minggu. Ada beberapa hal yang harus saya urus. Chapter ini sebenarnya lebih panjang dari biasanya. Sekitar 8.000 kata. Tapi sengaja saya jadikan dua chapter saja karena... kenapa tidak? Hehe.

Sebagai ganti karena minggu kemarin tidak update, minggu depan chapter 12 akan tetap saya update sesuai jadwal. Sementara chapter 13 akan update dua minggu kemudian, kembali seperti semula. Seperti itu kira-kira. Sekali lagi, saya mohon maaf atas keterlambatannya. Semoga kalian suka dengan chapter ini.

Oh, iya. Akhir-akhir ini saya sering mendengarkan instrumen selama mengetik. Sama seperti chapter sebelumnya, saya sudah cantumkan link-nya juga. Jadi, kalian bisa ikut mendengarkan kalau memang ingin.

Selamat membaca!

.

.

Rintik hujan masih terdengar dari dalam rumah yang hangat. Tidak terlalu deras. Bahkan angin pun tidak ada. Perapian yang menyala menjaga agar suasana di ruang keluarga tetap hangat. Jam dinding di antara gantungan foto Mikasa sejak kecil sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Namun, tidak ada yang berani untuk turun dari sofa.

Levi duduk di bagian paling ujung. Tangan tidak berhenti mengusap helai panjang pemuda tinggi yang duduk bersandar di dadanya. Sementara Eren sibuk mendekap tubuh mungil Mikasa yang sedang memejamkan mata. Nampak damai. Pun, bibir tidak berhenti menyunggingkan senyum kecil. Ketiganya sangat menikmati setiap detik yang berlalu. Sama sekali tidak peduli bila hari sudah siang.

Usai menangis bersama di depan pintu, Levi segera membawa Eren masuk ke dalam rumah. Ia menyuruh pemuda itu untuk membersihkan diri di kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Sepasang pakaian bersih dan hangat juga ia siapkan di atas ranjang. Mikasa menunggu dengan tidak sabar di area ruang keluarga. Mata gadis itu sedikit sembab, tapi ekspresi bahagia terlihat jelas dari wajahnya. Sesuatu yang membuat Levi mengulum senyum tipis dan memberikan kecupan singkat di pipi gembil yang sedikit basah.

Beberapa menit kemudian, Eren keluar dari kamar dengan sweter abu-abu yang cukup kebesaran. Bahkan bagian kerahnya sedikit melorot hingga memamerkan sebagian pundak. Sementara celana katun dengan warna selaras nampak kekecilan karena tidak mampu menutupi seluruh kaki jenjang. Rambut cokelat yang panjang masih sedikit basah. Sepasang mata hijau nampak sembab. Jauh lebih parah dari mata Mikasa.

"Eren! Duduk di sini. Mikasa akan keringkan rambutnya," celetuk Mikasa sembari menunjuk lantai. Ia sudah memegang handuk kecil. Tanpa membuang waktu, pemuda tinggi itu segera melangkah dan duduk di antara dua kaki mungil. Punggung bersandar pada sofa.

Levi hanya bisa mengamati interaksi keduanya. Sensasi hangat memenuhi dada. Merasa rindu melihat kekasihnya bercengkerama dengan Mikasa. Selama menggosok rambut panjang Eren menggunakan handuk, gadis kecil itu tidak berhenti menceritakan pengalaman belajar selama di rumah. Sesekali akan menggerutu lebih suka belajar seperti biasa karena dapat berbincang dengan teman sekelas. Eren menanggapi dengan antusiasme yang sama. Secara tidak langsung mendorong gadis itu untuk terus bicara.

Butuh waktu lima belas menit agar rambut panjang yang indah itu sedikit kering. Eren segera berbalik untuk memberikan kecupan terima kasih di pipi gembil Mikasa.

"Eren."

Panggilan lembut tersebut membuat Eren menoleh. Sejenak, keduanya hanya saling tatap. Sebelum akhirnya Levi menepuk sofa di sisi kanannya yang kosong. Sebuah undangan tanpa kata yang tidak mampu ditolak begitu saja. Tubuh tinggi merangkak ke atas sofa. Lengan kekar melingkar begitu cepat pada pinggang ramping. Wajah sedikit merah, membuat Mikasa terkikik geli lalu duduk di pangkuan Eren.

MIZZLE [RIVAERE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang