Butir XIII. Janji

1.5K 255 18
                                        

Matahari yang cerah tidak mampu mengubah suasana tegang. Levi bernapas melalui hidung dengan cepat. Kepalan tangan kanan sedikit bergetar. Ada luka robek dan noda merah di bagian ujung. Ia berdiri menjulang di hadapan pemuda tinggi yang mematung sembari menahan napas. Beberapa pejalan kaki bahkan sampai berhenti. Sekadar menoleh barang sejenak atau benar-benar mengamati situasi.

Pria paruh baya duduk tersungkur di atas trotoar sembari menutupi hidung. Darah mengalir deras, membasahi bibir beserta dagu. Sepasang mata hijau gelap terlihat terkejut. Sama sekali tidak siap dengan tonjokkan maut yang menyakitkan.

Beberapa detik, pria itu masih belum sadar dengan situasi yang terjadi. Lalu, pancaran mata hijau mulai berubah sedikit demi sedikit. Ada amarah dan hal lain yang membuat Levi mengerutkan alis, tidak suka.

Dengkusan terdengar pelan, tapi mampu membuat Eren tersentak dan mundur satu langkah. "Apa ini? Kekasih sesama jenismu tidak terima dengan penawaranku? Haha. Anak muda, apa pelayanan putraku sangat memuaskan hingga—ghk!"

Semua kata-kata kotor itu tenggelam bersama hantaman sepatu bot hitam milik Levi. Lagi, pria paruh baya tersungkur untuk kedua kali. Rambut cokelat panjang terlihat sedikit berantakan. Darah semakin mengucur. Tendangan keras tersebut tampaknya memperparah kondisi hidung berkat tinjuan beberapa waktu lalu.

Napas memburu. Pria bertubuh lebih pendek berusaha untuk sabar, tapi amarah itu mendidih di dalam darah. Bahkan memberikan tinjuan dan tendangan—yang Levi yakini sangat keras—tidak mampu membuat perasaan menjadi lega. Justru sebaliknya, ia ingin tetap menghajar pria bajingan yang kini sedang meludahkan liur dan darah ke trotoar. Ia ingin merobek mulut busuk yang telah menyakiti perasaan Eren; putra dari lelaki bangsat tersebut.

Seharusnya setelah mendapatkan dua hantaman yang tidak bersahabat membuat pria itu belajar dari kesalahan. Namun, nyatanya, ia tetap bersikap seperti bajingan tengik.

Dia terkekeh sembari mengusap darah yang masih mengalir dari hidung menggunakan punggung tangan. Mengotori hampir setengah wajah. Bahkan kacamata bundar yang menyembunyikan sepasang mata hijau itu telah menghilang. Mungkin terlempar saat Levi menendang wajahnya dengan keras. Siapa peduli?

"Ayolah, Eren," kekeh pria itu sembari berusaha untuk bangkit berdiri. Tungkai kaki sedikit bergetar, mungkin masih syok setelah mendapatkan salam perkenalan yang sangat hangat. "Apa kau tidak ingin membuat anjing peliharaanmu sedikit jinak? Kau tidak kasihan melihat ayahmu yang sudah tua renta dianiaya seperti ini? Sangat mengecewakan, Nak."

Levi maju dengan langkah lebar dan tegas. Ekspresi wajah terlihat sangat dingin. Dua tangan yang mengepal masih bergetar, berusaha menahan emosi. Sudah ada banyak saksi mata di sekitar mereka. Ia sama sekali tidak ingin menarik perhatian lebih dari ini.

"Enyahlah," desisnya tajam, penuh racun yang mampu membunuh gajah terbesar sekalipun.

"Aku hanya ingin mendengar putraku bicara, Anak Muda. Bisakah kau diam sebentar dan biarkan dia menjawab pertanyaan dari ayahnya?"

"Bicara sekali lagi dan akan aku pastikan kau tidak akan bisa membuka mulut selamanya, Babi Tua Bajingan."

Levi masih berusaha tetap sabar. Ia meyakinkan diri sendiri bahwa dua hantaman sudah cukup untuk membuat wajah bajingan tengik itu lebam. Ancaman penuh intimidasi adalah jalan terakhir. Jika lelaki tua itu memilih membuka mulut—lagi—mungkin kotak kesabaran—yang sejak awal sudah sekecil tinggi badannya—akan benar-benar hancur.

Di luar dugaan, pria bangsat memilih diam. Bibir penuh darah masih menyunggingkan senyum yang memuakkan. Sepasang mata hijau tua memandang lurus ke belakang Levi. Dan untuk pertama kali di dalam hidup, Levi mengutuk tubuh boncelnya yang tidak mampu menyembunyikan Eren dari tatapan menjijikkan tersebut.

MIZZLE [RIVAERE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang