Pagi menjelang disambut oleh udara dingin. Eren terbangun tepat pukul tujuh. Sebuah hal yang sangat jarang terjadi. Terutama saat jadwal kuliah pagi diliburkan karena dosen yang bersangkutan sedang ada acara di luar kota. Biasanya jika kondisinya seperti itu, ia akan memilih untuk tidur seharian. Tenggelam di dalam mimpi yang indah.
Sayang, Eren selalu menepati janji.
Sebuah janji antara dirinya dan seorang gadis cilik di seberang kamar.
Mikasa benar-benar datang. Pukul delapan kurang lima belas ia mengetuk pintu perlahan. Eren menyambut dengan senyum hangat. Beruntung ia sempat mandi terlebih dahulu.
“Masuklah,” ujarnya sembari membuka pintu lebih lebar. Sepasang mata hijau menilik kondisi di luar. Tidak ada sosok yang ia duga akan muncul untuk mengantar gadis cilik berambut hitam.
“Permisi,” ucap Mikasa pelan setelah melepas sepatu.
Senyum tak menghilang dari wajah, Eren membimbing gadis itu untuk masuk ke dalam. Dua tangan sibuk mengeringkan rambut dengan menggunakan handuk. Tak disangka menarik perhatian sosok manis tersebut.
“Eren baru saja selesai mandi?”
Pemuda tinggi menoleh dan berkedip beberapa kali. “Ah, iya. Rambutku masih basah. Mikasa ingin minum apa? Kalau tidak salah ada susu di dalam kulkas.”
“T-Tidak perlu repot-repot, Eren. Mikasa sudah sarapan,” kepala menggeleng penuh penolakan. Gadis itu sudah duduk di sofa ruang tamu dengan sangat sopan. Membuat lelaki yang lebih tua hanya bisa tersenyum mafhum.
“Begitukah? Sarapan apa?”
Eren sibuk menyeduh kopi susu saset di dapur kecil yang berada di belakang ruang tamu. Membuatnya tak mampu melihat bagaimana ekspresi sedih yang terlihat di wajah gadis mungil.
“Umm...,” gumam Mikasa sedikit ragu. “P-Pisang.”
Kening mengerut setelah mencium sesuatu yang tidak beres. Eren melangkah menuju ruang tamu sembari memegang secangkir kopi susu yang masih mengepul.
“Hanya pisang?”
Mikasa mengangguk pelan. Tak berani menatap sepasang mata hijau yang terlihat penasaran. Sejenak, tidak ada balasan maupun komentar yang terdengar. Membuat gadis cilik merasa penasaran dan perlahan mengangkat wajah.
Sebuah keputusan yang salah karena Mikasa hanya bisa menelan ludah ketika lensa hijau itu menatap datar.
“Ayahmu tidak membuatkan sarapan?”
Sesi investigasi berlangsung secara tidak terduga. Eren sudah duduk di sebelah tubuh mungil yang mendadak terlihat kaku. Aura di sekeliling mereka terasa sedikit menyesakkan.
“Ayah... jarang membuatkan sarapan,” jawab Mikasa dengan suara lirih.
Suasana semakin tidak nyaman. Eren hanya bisa menghela napas. Ia mengusak helai hitam dengan perlahan. Membuat kepala itu menoleh dan menatap penasaran.
“Hei,” ujar pemuda itu dengan seringai lebar. “Sudah siap untuk make over?”
Sepasang mata hitam berbinar senang. Mikasa mengangguk mantap. Gadis itu segera duduk di lantai beralaskan karpet beludru berwarna merah bata ketika Eren masuk ke dalam kamar utama untuk mengambil peralatan. Jantung berdebar penuh antusiasme yang menggebu. Pintu kamar kembali ditutup. Langkah kaki terdengar pelan ketika mendekat.
Kepala bersurai hitam menoleh. Menemukan pemuda tinggi sedang membawa kotak berukuran sedang bersama satu buah sisir. Mata hijau terlihat sangat hangat. Eren duduk tepat di belakang Mikasa. Perlahan, dua tangan besar itu membelai rambut yang terasa sangat lembut.
“Baiklah,” ujarnya dengan nada riang. Bersandiwara sebagai penata rambut terkenal. “Model rambut apa yang Anda inginkan, Onee-san?”
Tawa ringan terdengar geli. Mikasa menoleh dan tersenyum lebar. “Saya ingin model rambut ponytail, bisa?”
Eren menepuk dada cukup keras hingga terbatuk beberapa detik. Membuat gelak tawa gadis kecil semakin keras. Pemuda itu berdeham dan berusaha memasang mimik wajah serius.
“Tentu saja bisa, Onee-san. Mari kita mulai!”
Kepala kembali menoleh ke depan. Mikasa membenarkan posisi duduk dengan hati sangat senang. Ia bisa merasakan helai rambutnya disisir perlahan. Sesekali Eren akan memuji betapa halusnya surai hitam tersebut. Dua tangan khas lelaki terlihat sangat ahli ketika mulai mengumpulkan setiap helai dan mengatur posisi tepat di bagian belakang kepala. Satu tangan sibuk menggenggam rambut, sementara satu lagi mengambil sehelai pita berwarna merah dari dalam kotak.
Beberapa menit, Eren terlihat sibuk menata rambut agar lebih rapi. Simpul pita dibuat sedemikian rupa. Sejenak, pemuda itu memerintahkan Mikasa untuk berbalik. Gadis cilik menurut dengan sangat patuh. Wajah tak berhenti terseyum. Ada rona merah yang terlihat jelas ketika dua tangan besar kini sibuk menata bagian poni.
Mata hijau sangat fokus. Dua tangan tak berhenti menata poni dengan sisir kecil. Satu sentuhan terakhir adalah sedikit menyemprot rambut dengan cairan yang membuat tatanan tidak berubah seharian.
Sesi make over selesai kurang dari lima belas menit. Mikasa terlihat sangat cantik. Wajahnya lebih segar. Manis sekali dengan rona kemerahan yang menghiasi pipi.
Eren tersenyum puas. Tak kuasa menahan diri untuk mencubit puncak hidung gadis tersebut dengan pelan.
“Mikasa berangkat sekolah sendiri? Perlu kuantar?”
Kepala menggeleng membuat rambut kuda bergerak alami. Sepasang mata hitam tak berhenti menatap pemuda tinggi yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam kotak.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIZZLE [RIVAERE]
Fanfic[Pemenang Watty 2021 Kategori Fiksi Penggemar] [BL] [BOY X BOY] Disclaimer: Karya ini mengandung tema boy x boy / BL (Boys Love) / Gay / dan sebutan lainnya. Silakan baca bagian deskripsi lebih teliti lagi bagi yang tidak menyukai cerita dengan tem...