Butir X. Hujan

1.6K 262 35
                                    

(Disclaimer: Kalian bisa putar lagu di bagian atas untuk menikmati suasana di chapter kali ini.)

Gelap.

Dingin.

Sepi.

Rasanya aneh. Dahulu, Eren terbiasa jika tiba-tiba merasakan tiga hal tersebut. Ia biasa tenggelam di dalam mimpi buruk yang muncul untuk menghantui kehidupan tenang. Sesekali akan terpuruk sendirian di kamar apartemen. Duduk meringkuk dengan selimut tebal di atas ranjang yang dingin. Terkadang bila rasa itu tidak juga menghilang, ia akan mengirim pesan singkat kepada Jean atau justru memberanikan diri untuk mengunjungi kediaman pemuda kuda tersebut.

Dahulu, Eren terbiasa bergantung kepada Jean. Memaksa temannya ke dalam dunia yang seharusnya tidak ia selami terlalu dalam. Menutup mata jika semua perbuatannya selama beberapa tahun bersama Jean Kristein adalah bentuk pelarian yang sangat buruk.

Jean tidak bersalah.

Tidak seharusnya ia menemani semua malam Eren yang penuh dengan mimpi buruk. Tidak seharusnya ia memiliki tanggung jawab untuk menyingkirkan semua kehampaan yang ada di relung hati.

Jean tidak salah.

Eren tahu itu.

Pun, hilangnya Levi dan Mikasa juga memang bukan murni kesalahan pemuda kuda tersebut. Semua salah Eren. Jika ia tidak bergantung dengan Jean. Jika ia tidak memiliki hubungan seperti itu dengannya. Jika ia tidak mendekati Mikasa. Jika ia tidak berakhir memiliki perasaan lebih kepada pria tersebut. Jika ia tidak terlahir di dunia dengan ketertarikan seksualitas yang jauh dari kata normal seperti ini.

Semua salah Eren.

●●●

Mimpi buruk itu datang lagi. Silih berganti. Seakan ingin mengingatkan Eren dengan semua pengalaman pahit di masa lalu. Jean mungkin sempat menjadi obat sementara. Ia berhasil menghalau semua mimpi-mimpi tersebut. Sayang, tidak ada yang abadi bila bersama dengannya.

Ya, Jean Kristein memang selalu membuat kegelapan, kedinginan, dan kehampaan yang ada dalam hati Eren menjadi sedikit berkurang. Namun, semua hanya bertahan ketika mereka berada di ranjang yang sama. Saling merengkuh tubuh masing-masing. Tidak ada yang abadi. Mimpi itu akan tetap datang bila Eren berada di dalam kamarnya seorang diri.

Semua terasa berbeda saat bersama Levi.

Semenjak menyentuh garis pembatas yang menghubungkannya dengan keluarga kecil tersebut, mimpi itu menjadi terlupakan. Mendadak hilang. Raib dimakan oleh kebahagiaan ketika menatap senyum manis Mikasa. Tenggelam di dalam lautan terdalam saat bertatapan dengan sepasang mata hitam yang tajam, tapi juga menenangkan milik pria tampan.

Levi dan Mikasa.

Kehadiran mereka berdua ternyata mampu menghalau semua mimpi tersebut. Eren tidak pernah lagi merasa gelisah ketika malam datang. Ia selalu tidur lelap. Masa-masa indah bersama keluarga kecil Ackerman akan menghiasi setiap mimpi.

Dan Eren baru menyadari semua itu ketika mereka pergi.

Perlahan, kegelapan, kedinginan, dan kehampaan mulai muncul. Merayap di dalam batin seolah menunggu waktu yang tepat untuk menggulingkan kehidupannya lagi.

Seperti sekarang.

Eren berada di dalam kegelapan. Tidak ada penerangan sama sekali. Hanya ada suara-suara kasar yang sangat familier. Teriakan seorang wanita yang kesakitan, memintanya untuk menjauh dan bersembunyi di dalam kamar. Lalu suara benturan kasar beserta hantaman benda keras. Semua terasa nyata.

Keringat dingin tidak berhenti mengalir dari seluruh tubuh. Membasahi cepitan ketiak, dahi, dan leher. Eren berdiri di tengah ruangan gelap. Dua tungkai kaki bergetar hebat. Suara teriakan ibunya masih terdengar jelas. Memohon ampun kepada sosok bajingan yang menghantui mimpi buruk selama bertahun-tahun.

MIZZLE [RIVAERE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang