Butir XIV. Anyir

1.5K 217 27
                                    

Semua ketegangan mulai menghilang. Levi mengusap punggung kecil putrinya sembari memberikan kecupan lembut pada puncak kepala. Gadis itu memeluknya begitu erat. Tangan mungil meremas kaus yang melekat pada punggung. Seolah memberikan sebuah permohonan tanpa kata, membuat ayah satu anak itu mengangguk pelan.

"Aku tahu," bisiknya lirih, tepat di telinga Mikasa. "Aku akan menjaganya."

Sejenak, gadis itu masih diam. Ia membenamkan wajah pada dada bidang Levi. Tarikan napas terdengar sangat berat, sebelum akhirnya lengan mungil itu mengendur. Mikasa mundur beberapa langkah. Sepasang mata masih terlihat bengkak. Bibir sedikit mengerucut. Levi mengusap pipi gembilnya, berusaha memberikan ketenangan.

Entah sudah berapa lama mereka berada di depan pintu apartemen yang terbuka lebar. Carla menunggu di koridor. Ekspresinya begitu lembut, tak luput memperhatikan interaksi antara ayah dan anak tersebut.

Pada akhirnya, Mikasa berbalik untuk mendatanginya. Wanita cantik itu sempat mengangguk kepada Levi, memberikan tatapan penuh terima kasih lalu membuka kamar apartemen Eren.

Carla memang memutuskan untuk tinggal selama beberapa hari di apartemen putranya. Insting seorang ibu yang mengalir di dalam darahnya sangatlah kuat. Levi ingat bagaimana wanita itu tetap berada di sisi Eren, mengusap kening pemuda tersebut sembari membisikkan kata-kata lembut. Sama sekali tidak beranjak sampai Eren kembali tidur. Beliau berkata, "Tolong jaga putraku, Levi. Aku tau dia pasti akan membutuhkan keberadaanmu saat terbangun lagi. Sementara itu, izinkan aku untuk tidur di apartemennya. Aku ingin tetap berada di dalam jangkauannya selama beberapa hari. Setidaknya... sampai aku yakin bahwa putraku baik-baik saja."

Levi tentu tidak akan menolak. Pun, merasa bahwa itu adalah keputusan yang terbaik. Bagaimanapun juga, mereka memang perlu untuk memperbaiki hubungan antara ibu dan anak yang sempat merenggang selama beberapa tahun. Sementara itu, jauh di dalam lubuk hati, Levi merasa lega ketika Carla menitipkan Eren kepadanya. Seolah wanita itu telah memberikan restu dan kepercayaan yang sangat besar.

Mikasa juga berusaha untuk membantu. Tanpa perlu diperintah siapa pun, gadis itu menawarkan diri untuk menemani Carla selama di apartemen. Ia berkata, "Bibi Carla pasti akan kesepian di sana. Mikasa temani, ya?"

Lalu, di sinilah Levi berada. Kamar apartemen yang terasa lebih sepi dari biasanya. Walau samar-samar ia mampu mendengar tawa riang putrinya dari kamar seberang. Usai membereskan dan mematikan lampu ruang tamu, pria itu memilih untuk kembali ke dalam kamar utama. Eren masih tidur nyenyak di atas ranjang. Raut wajah sedikit pucat, tapi jauh lebih baik dari sebelumnya.

Ranjang sedikit bergerak saat Levi merangkak naik dan duduk bersandar tepat di sebelah pemuda tersebut. Tangan kanan terulur, mengusap kening, berusaha memberikan rasa nyaman.

Eren terlalu banyak membawa beban hidup. Ada banyak permasalahan yang ia sembunyikan di balik tawa dan senyum manis. Levi bahkan tidak menduga bila tetangganya memiliki riwayat trauma masa lalu yang begitu... menyakitkan. Dahulu, ia hanya mengira Eren sebagai pemuda biasa yang terlalu baik menemani Mikasa. Namun, kini, ia merasa sangat protektif kepadanya. Merasa harus menjaga senyum manis itu agar tetap tersemat di wajah rupawan. Apa pun caranya.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu. Levi tidak terlalu paham. Ia masih duduk di atas ranjang. Laptop berada di pangkuan. Pekerjaan masih memanggil, tapi merasa enggan untuk pergi meninggalkan Eren sendirian di dalam kamar.

Suara lenguhan lirih dari samping nyatanya berhasil menarik perhatian pria pendek yang sibuk memandang layar. Kepala segera menoleh, menemukan sepasang mata hijau yang perlahan terbuka. Kantuk masih membuat mata berat, tapi akhirnya Eren berhasil melirik ke arahnya. Bibir merah muda yang sedikit pucat memberikan senyum kecil.

MIZZLE [RIVAERE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang