Jujur saja, Eren sempat merasa bahwa kalimat 'semua akan baik-baik saja' adalah bohong belaka. Sesuatu yang seharusnya tidak perlu digenggam sangat erat karena belum tentu sesuai dengan kenyataan. Namun, setelah memikirkan berbagai macam kemungkinan, ia akhirnya sadar bahwa kalimat tersebut sebenarnya mengandung doa dan harapan. Bila Tuhan berkendak, maka semua akan terjadi. Sebaliknya, jika Ia masih merasa umat-Nya perlu mendapatkan hal baru yang bisa dijadikan sebuah pembelajaran, maka doa dan harapan itu diundur sementara.
Seperti sekarang.
Beberapa kali Eren berharap dan berdoa bahwa semua akan baik-baik saja. Namun, kenyataan berkata lain. Masalah yang datang di dalam kehidupannya justru bertambah. Mulai dari sentilan ringan hingga tamparan keras yang membuatnya hampir menyerah.
Nyaris kehilangan Levi adalah salah satu masalah paling buruk yang pernah ada. Bahkan bertemu dengan Grisha saja tidak ada apa-apanya.
Bagi Eren, Levi Ackerman adalah segalanya.
Lalu, setelah semua masalah itu hadir satu per satu, harapan dan doa mulai hadir.
Pada akhirnya, semua—benar-benar—akan baik-baik saja.
Mungkin ini sebuah akhir cerita yang bahagia. Setidaknya, menurut Eren demikian.
***
Pertama, Eren—ditemani oleh Levi—memberanikan diri untuk bertemu dengan Grisha. Tidak ada rasa takut seperti sebelumnya. Kehadiran Levi yang menggenggam tangannya begitu erat menjadi kekuatan paling besar di dalam diri. Pria pendek itu hanya diam. Sama sekali tidak membuka mulut. Ia hanya berdiri di samping Eren ketika pemuda tersebut sedang bergulat dengan pikirannya sendiri. Memikirkan kata atau kalimat apa yang sepantasnya diucapkan di hadapan ayahnya.
Kondisi Grisha sudah lebih baik. Pemulihannya jauh lebih lambat dibanding Levi karena ia sempat kekurangan darah yang cukup banyak. Wajah pria paruh baya itu masih penuh lebam. Namun, berbeda dengan pertemuan sebelumnya, ia tidak membuka mulut untuk mengucapkan kata-kata kasar lagi.
Grisha diam.
Sepasang mata yang mirip seperti Eren itu hanya memandang lurus. Tidak berkedip. Sejenak, tatapan itu memang sempat tertuju pada dua tangan yang saling menggenggam begitu erat. Hanya hitungan detik, lalu kembali mengamati putra semata wayangnya yang tampak sedikit tegang.
Hingga akhirnya, usai menarik napas dalam untuk yang kesekian kali, Eren berani membuka suara.
"Aku tidak ingin menagih permintaan maaf. Pun, sebaliknya, aku tidak akan mengucapkan maaf atas apa yang terjadi kepadamu," ujarnya sembari meremas tangan Levi lebih kuat, mencari sumber kekuatan. "Kau pantas mendapatkannya. Kau pantas kembali ke balik jeruji dan membusuk di sana. Terserah. Aku sama sekali tidak peduli."
Bohong.
Sebuah kebohongan yang membuat Eren tercekat. Sepasang mata hijau mulai berkaca-kaca. Levi mengusap jemari tangannya menggunakan ibu jari, berusaha memberikan ketenangan.
"Aku tidak ingin meminta penjelasan atas semua hal yang telah kau lakukan kepadaku. Kepada ibu. Aku tidak butuh alasan," lanjutnya dengan suara yang sedikit serak. "Seumur hidup, aku hanya akan ingat bahwa kau adalah figur ayah yang paling buruk. Aku bahkan tidak ingat semua kenangan manis di masa lalu. Hm? Adakah? Apakah keluarga kita pernah baik-baik saja sebelum itu? Entahlah. Aku tidak tahu. Dan tidak akan pernah ingin tahu."
Grisha masih diam. Wajah datar. Sama sekali tidak memiliki ekspresi.
"Aku tidak ingin melihatmu lagi. Aku tidak ingin menganggapmu ada di dunia ini. Aku hanya ingin hidup bebas. Bebas tanpa bayang masa lalu yang terus menghantui. Aku ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik, tanpamu. Tanpa semua mimpi buruk yang selalu memutar kembali masa-masa kelam di masa lalu. Aku ingin kau mati di penjara dan tidak kembali lagi. Enyahlah. Aku dan ibu justru mampu bertahan di dunia ini tanpamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
MIZZLE [RIVAERE]
Fanfiction[Pemenang Watty 2021 Kategori Fiksi Penggemar] [BL] [BOY X BOY] Disclaimer: Karya ini mengandung tema boy x boy / BL (Boys Love) / Gay / dan sebutan lainnya. Silakan baca bagian deskripsi lebih teliti lagi bagi yang tidak menyukai cerita dengan tem...