delapan belas

95 9 375
                                    

"Baju? Udah. Alat mandi? Udah. Charger? Udah. Alat tulis juga udah. Udah cukup. Makanan minta Mahesa aja!"

Januar menutup tasnya lalu berjalan keluar kamar. Hari ini, dia ada kegiatan study tour dan menurut jadwal, dia harus menginap karena acara dilaksanakan tiga hari. Januar sempat bingung ketika menerima surat ijin waktu itu ya karena setahu dia belum pernah ada study tour yg sampai menginap, baru angkatannya saja. Abim saja bingung apalagi yg lain?

Januar berjalan menuju ruang makan, menghampiri wanita yg sedang sibuk menyiapkan bekal untuk anak laki-lakinya. Tidak peduli dengan perutnya yg semakin membesar dan membuatnya sedikit susah bergerak, wanita itu tetap semangat menata beberapa potong roti bakar dan kentang goreng ke dalam kardus makanan.



"Oh.. Abang Januar udah mau berangkat?"

"Panggil Janu aja ma."

"Mama maunya panggil Januar kok. Ini susunya diminum dulu. Gak papa gak sarapan tapi susunya diminum. Jangan pergi dengan perut kosong, nanti mabuk kamu di jalan."

"Mama beneran gak papa aku tinggal?"

"Gak papa. Cuma tiga hari kan?"

"Iya tapi... Aku lebih tenang ninggalin mama sendirian di rumah daripada sama ayah."

"Mama gak papa kok. Kamu sendiri kan yg waktu itu bilang ke mama kalau ayah gak akan berani macem-macem sama mama? Kamu fokus aja ke kegiatan sekolah kamu biar dapet nilai bagus nanti. Telepon mama kalau lagi gak sibuk."

"Ya udah kalau gitu. Aku berangkat sekarang ya ma."

"Ini kamu bawa ya, makan di bus sama ini uang saku kamu. Kurang?"

"Enggak ma. Ini udah cukup. Aku berangkat dulu kalau gitu!"

"Hati-hati. Kalau sudah sampai, telepon mama ya?"

"Siap!'

Januar segera salim dengan mamanya lalu berangkat menunu sekolah. Dia tersenyum menatap kardus yg berisi makanan di tangannya itu. Dia agak menyesal, kenapa tidak dari kemarin dia berdamai dengan ibu sambungnya itu? Januar sadar, mamanya bukannya tidak pernah memerhatikannya tapi Januar yg tidak sadar kalau selama ini dia diperhatikan.

Januar lihat sendiri mamanya bangun pagi-pagi sekali hanya untuk menyiapkan makanan yg sekarang sedang dia bawa. Walaupun hanya beberapa potong roti panggang dan kentang goreng, Januar sudah senang. Ditambah rasa roti panggang buatan mamanya sama persis seperti buatan bundanya dulu.




"Kamu mau kemana?"

Januar menghentikan langkahnya ketika sebuah mobil berhenti di dekatnya. Dia menatap malas kepada ayahnya yg melihatnya melalui jendela mobil. Ayahnya belum tahu soal Januar yg akan pergi ke luar kota hari ini. Januar pikir, ayahnya tidak perlu tahu karena pria paruh baya itu hampir tidak pernah pulang sekarang.



"Harusnya kamu sekolah kan? Kenapa pakai baju bebas? Kamu mau bolos?"

"Masih peduli sama anaknya?"

"Kamu anak ayah dan wajar ayah peduli sama ka..."

"Kalau emang ayah peduli sama anaknya... Ayah harusnya tahu kemana anaknya pergi hari ini!"

Pria paruh baya itu terdiam ketika mendengar ucapan anaknya. Ucapan Januar benar. Jika ayahnya benar peduli padanya, harusnya dia tahu apa akan Januar lakukan hari ini bukannya menuduh macam-macam.

Januar langsung melangkahkan kakinya pergi namun tiba-tiba ayahnya meraih tangannya dan sedikit menariknya. Januar berusaha melepaskan tangannya namun ayahnya masih menahannya. Januar terus berusaha melepaskan diri sampai akhirnya ayahnya tidak sengaja mendorongnya hingga jatuh. Kardus makanan yg sedari tadi dia bawa pun kini tergeletak di tanah dan semua isinya berhamburan keluar.

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang