"Jihan... Papa tidak pernah paksa kamu untuk beri tahu teman-teman kamu tentang papa kan? Papa lebih baik tidak dikenal teman-teman kamu daripada kamu sekarang sedih begini."
"Aku gak sedih pa, cuma agak capek aja. Semalem abis begadang."
"Mau bolos?"
"Gak usah pa. Udah sampai sekolah juga. Aku masuk ya pa "
"Iya. Belajar yg rajin ya."
Jihan mengangguk lalu segera turun dari mobil. sambil menggendong tasnya, Jihan berjalan menuju gerbang hingga akhirnya langkahnya terhenti karena seseorang memanggilnya. terlihat Meisya yg berlari padanya bersama Mahesa yg berjalan di belakangnya.
"Jihan tunggu!! ih jangan tinggalin gue!" seru Meisya sembari merangkul tangan Jihan. "Kenapa? Ada yg salah ya sama gue?"
"Enggak kok Mei. Gak ada.'
"Oh... Ah gue lupa! Kalian ke kelas dulu aja, gue harus nemuin bu Ratih dulu. Dadah!"
Meisya segera berlari meninggalkan Jihan dan Mahesa. Dia benar-benar harus pergi karena ada janji dengan salah satu guru, bukan karena menjauhi Jihan. Melihat Jihan yg murung, Mahesa mengangkat tangannya dan mengacak-acak rambut gadis itu. Jihan yg awalnya terlihat murung, kini terlihat kesal karena Mahesa berhasil membuat rambutnya berantakan.
"Mahesa ih!"
"Kan udah aku bilang semalem, gak usah khawatir. Mei biasa aja kok, malah tadi dia pengen buru-buru turun waktu lihat mobil papa kamu lewat. Mei gak peduli siapa papa kamu, gimana keluargamu, dia cuma mau temenan sama kamu."
"Makasih."
"Untuk?"
"Ya makasih aja. Ayo masuk!"
"Kamu duluan."
"Kamu mau kemana emang?"
"Oh... Mau masuk barengan? ya udah ayo masuk."
"Eh gak gi... Jalan biasa aja, gak usah pake gandeng-gandeng!!!"
"Kok lo bisa tahu?"
"Iya tadi gue denger sih, sepupunya punya temen, nah temennya sekolah disini."
"Tapi masa iya sih? Anaknya baik gitu."
"Yg masuk penjara kan bapaknya, anaknya ya baik-baik aja."
"Nah itu lo tau. Terus apa yg lo pikirin?"
Jihan bergerak tidak nyaman sembari mendengarkan obrolan temannya yg duduk di belakangnya. Seberapa keras Jihan berusaha untuk tidak mendengarnya, obrolan temannya itu tetap terdengar oleh Jihan. Walaupun tidak menyebutkan siapa yg sedang mereka bicarakan, namun Jihan tetap merasa tidak nyaman mendengarnya.
"Tapi gue masih gak nyangka sih kalau itu beneran."
"Dan itu bukan urusan kita sih. Kan kita temenan sama anaknya, bukan sama bapaknya? Selama anaknya gak ngerugiin kita, kenapa kita harus pusing?"
"Ih tapi kan tetep aja dia anak mantan napi."
"Jihan kenapa?"
Jihan tersadar dari lamunannya ketika guru yg sedang mengajar saat itu menepuk pundaknya.
"Kamu sakit?"
"Tidak bu. Saya baik-baik saja."
"Jari kamu bisa luka kalau kamu gesek terus ke meja seperti tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Fiksi PenggemarQuerencia berarti tempat dimana seseorang merasa nyaman. Querencia tidak hanya ditujukan untuk teman tapi juga keluarga, dan semua orang yg membuatmu nyaman dan merasa aman. Mereka menyembunyikan masalah keluarga mereka di depan teman-teman dan jug...